Freeport dan Hakim PN Timika Dilaporkan Dugaan Gratifikasi ke KPK

Dimas Jarot Bayu
12 Februari 2018, 16:23
Freeport
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Area pengolahan mineral PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua.

PT Freeport Indonesia (PTFI) dan seorang hakim di Pengadilan Negeri (PN) Timika dilaporkan kasus dugaan gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gratifikasi diduga dalam bentuk pemberian fasilitas perumahan dan uang bulanan kepada hakim PN Timika Fransiskus Batista.

Tim kuasa hukum karyawan Freeport yang melaporkan kasus ini, Haris Azhar, mengatakan, Fransiskus saat ini tinggal di perumahan Timika Indah. Perumahan tersebut dibangun untuk para pegawai Freeport.

"Kami punya bukti bahwa Fransiskus Bautista itu tinggal di perumahan milik PT Freeport, perumahan Timika Indah di Timika. Kami punya fotonya dan masuk ke kompleks itu tidak sembarangan," kata Haris di Gedung KPK, Jakarta, Senin (12/2).

(Baca juga: Bakal Pegang 10% Saham Freeport, Gubernur Papua: Tak Dijual ke Asing)

Selain itu, Haris juga menyebutkan dugaan gratifikasi tersebut lantaran Kepala PN Timika Relly D Behuku terdaftar dalam database internal Freeport sebagai salah satu kontraktor staf. Haris mengatakan, database tersebut merupakan sistem untuk orang-orang yang hanya mendapatkan imbalan dari Freeport.

Menurut Haris, seharusnya Relly tidak memiliki kepentingan terdaftar dalam database tersebut. "Buat apa seorang Ketua PN masuk bolak-balik ke PT Freeport?" kata Haris.

Menurut Haris, laporan ini dilayangkan ke KPK karena hakim seharusnya tidak boleh menerima hadiah dalam bentuk apapun. Haris mengatakan, pihaknya juga sudah melaporkan masalah ini kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) pada Jumat (9/2).

Haris menuding dampak dari dugaan pemberian gratifikasi diduga menimbulkan konflik kepentingan dan berefek pada persidangan kasus kerusuhan yang menyeret karyawan Freeport. Menurut Haris, merangkapnya jabatan hakim tersebut membuat putusan terhadap mantan Ketua Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (PUK SP-KEP) SPSI PTFI Sudiro tidak adil.

(Baca juga: KPK Soroti Kejanggalan Tak Bisa Usut Korupsi Sektor Swasta di KUHP)

Dalam putusannya, Sudiro divonis satu tahun penjara karena terbukti telah menggelapkan iuran anggota SPSI PT Freeport sebesar Rp 3,3 miliar selama periode 2014-2016. "Itu aneh, dan saya pikir mengkhawatirkan kalau peradilan di Indonesia, Ketua PN-nya adalah karyawan sebuah perusahaan multinasional seperti Freeport," kata Haris.

Halaman:
Reporter: Yuliawati
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...