Pendukung Jokowi dan Prabowo Berkoalisi, Kapolri: Pilkada 2018 Aman
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian meyakini perhelatan pemilihan kepala daerah serentak 2018 akan berlangsung aman. Tito menilai potensi kerawanan Pilkada Serentak 2018 di 171 wilayah tidak terlalu tinggi, apalagi kelompok pendukung pemerintahan Presiden Jokowi dan kubu oposisi di antaranya Gerindra yang dipimpin Prabowo Subianto, saling berkoalisi di beberapa daerah.
"Tidak banyak (perbedaan) antara partai oposisi dan pendukung pemerintah, banyak (koalisi) mengusung calon yang sama. Jadi terjadi crossing," kata Tito usai rapat pimpinan membahas pengamanan Pilkada 2018 di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Jakarta, Rabu (24/1).
Tito mengatakan, meski pun ada beberapa daerah di mana antara para pendukung pemerintah dan oposisi saling berseteru dengan mengusung kandidat yang berbeda, namun latar belakang calon yang diusung tak dapat dieksploitasi dengan isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
(Baca: Kapolri Waspadai Isu SARA Ganggu Keamanan Pilkada 2018)
Sehingga, perseteruan dalam Pilkada 2018 tak ada yang mengulang dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 dengan sentimen SARA yang sangat kuat. "Sehingga potensi emosional yang muncul adalah emosional perorangan dibanding emosional poros partai. Ini berbeda dengan kasus (pilgub) Jakarta," kata Tito.
Partai pendukung Jokowi, yakni PDI Perjuangan berkoalisi dengan beberapa partai yang selama ini berseberangan dengan pemerintah, seperti Gerindra, PKS dan PAN. Mereka berkoalisi di puluhan wilayah di antaranya Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Magetan, Lebak, dan Tangerang. Koalisi antara PDIP dengan PKS tercatat di 33 wilayah, antara PDIP dengan Gerindra di 48 wilayah dan PDIP dengan PAN berkoalisi di 58 wilayah.
Selain itu Golkar yang sudah terang-terangan mendukung Jokowi di 2019 juga menjalin koalisi dengan Demokrat, Gerindra, PKS maupun PAN.
Tito juga menyatakan, Pilkada 2018 akan aman karena masyarakat sudah terbiasa menghadapi pilkada serentak pada 2015 dan 2017. Dia menilai kesadaran masyarakat semakin tinggi dalam berdemokrasi.
"Kami yakin kesadaran masyarakat sudah semakin tinggi dalam berdemokrasi," kata Tito.
Untuk daerah yang berpotensi konflik, dia memerintahkan jajaran aparat kepolisian mengantisipasi dan mencegah meledak di masyarakat. Tito mengatakan, apabila di suatu daerah terjadi konflik, Mabes Polri akan menurunkan dua tim dari Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) serta Profesi dan Pengamanan (Propam) untuk menyelidiki konflik tersebut.
"Kalau ternyata tidak ada informasi dari jajaran Intelijen dan Binmas, copot pimpinan Binmas dan Intelnya, berarti mereka tidak bekerja," kata dia.
(Baca: Bawaslu: Pilkada 2018 Paling Rawan di Papua, Maluku, dan Kalbar)
Jika informasi mengenai potensi konflik tersebut sudah diberitahu namun tak kunjung direspon, Tito mengancam akan memecat Kapolda yang bertugas di daerah tersebut. Menurut Tito, kebijakan ini sudah ia jalankan sejak dua tahun lalu dan terbukti menurunkan konflik sosial.
"Kapolda tidak melakukan reaksi atau respon yang tepat untuk menangani itu dengan segenap sumber dayanya, Kapoldanya saya copot, Kapolresnya copot," kata Tito.
Tito pun menginstruksikan agar jajarannya dapat bersikap netral selama Pilkada berlangsung. Menurutnya, jika Polri netral akan dipercaya publik. "Kalau seandainya Polri sudah netral, sudah baik-baik, ada yang macam-macam ya kami tindak," kata Tito.
(Baca: Ekonom Prediksi Pilkada Serentak Dongkrak Ekonomi 2018)