PPATK Sebut Risiko Pencucian Uang Sangat Tinggi pada APBD DKI Jakarta
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai risiko tindak pidana pencucian uang paling tinggi berada di DKI Jakarta. Alasannya, pemerintah provinsi DKI Jakarta memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terbesar di banding daerah lainnya.
Jumlah APBD DKI Jakarta untuk tahun 2018 sebesar Rp 77 triliun, selain itu kegiatan-kegiatan ekonomi besar berlangsung di Jakarta. "Sehingga kami lihat beberapa indikasi itu sudah cukup high risk," kata Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (16/1).
(Baca: Di Depan Anies, Sri Mulyani Kritik Uang Perjalanan Dinas Jakarta Mahal)
Selain dua indikator tersebut, Dian juga menilai banyaknya kasus TPPU yang terjadi di Jakarta menambah pertimbangan potensi menjadi lebih tinggi. "Berdasarkan kriteria itu jatuh ke dia," kata Dian.
Meski begitu, Dian menilai tingginya risiko TPPU di Jakarta masih bisa berubah, dipengaruhi kondisi yang ada di Jakarta dan berbagai wilayah lain di Indonesia.
Dian mengatakan, jika kriteria di atas jatuh kepada daerah lain, kemungkinan risiko TPPU di Jakarta dapat beralih. Selain itu, risiko TPPU juga dapat berubah seiring dengan kriteria yang ditetapkan.
"Itu dinamis bisa juga ke Jawa Barat atau provinsi lain," kata Dian.
APBD DKI Jakarta memang cukup menjadi perhatian, di antaranya dalam alokasi anggaran Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) sebesar Rp 28,5 miliar. Anggaran TGUPP sempat menjadi polemik karena pemimpin sebelum era Anies Baswedan-Sandiaga Uno menggunakan dana operasional gubernur.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sempat menolak usulan anggaran TGUPP karena dinilai tak sesuai fungsi. Namun, belakangan dapat terakomodir dengan memasukan anggaran ke Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).
(Baca juga: Tak Sesuai Fungsi, Anggaran Tim Gubernur Anies Ditolak Kemendagri)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menyampaikan beberapa kritik terhadap APBD DKI Jakarta saat berpidato dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) DKI Jakarta tahun 2017-2022. Kritik tersebut mulai dari soal besarnya uang dinas perjalanan luar kota hingga banyaknya kegiatan yang membuat sulitnya pemantauan.
Menurut Sri Mulyani, uang perjalanan dinas luar kota Pemprov DKI Jakarta mencapai tiga kali lipat dari standar nasional. Pada 2018 mendatang, uang perjalanan dinas luar kotanya mengalami kenaikan menjadi Rp 1,5 juta per orang setiap hari, sedangkan standar nasionalnya hanya Rp 480 ribu/orang/hari.