Praperadilan Setnov Ditunda, KPK Dituding Kejar Pelimpahan Berkas
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang gugatan praperadilan yang diajukan Ketua DPR RI, Setya Novanto, menjadi Kamis (7/12) mendatang. Penundaan sidang atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membutuhkan waktu untuk mempersiapkan kelengkapan dokumen dan administrasi.
KPK menyampaikan permintaannya melalui surat bernomor B887/HK.07.00/55/11/2017 yang ditujukan kepada Ketua PN Jaksel dengan tembusan Hakim Tunggal Praperadilan tertanggal 28 November 2017.
"KPK selaku termohon praperadilan tidak dapat hadir dan mohon untuk menunda sidang atas perkara dimaksud," kata Hakim Tunggal Praperadilan Kusno membacakan surat permohonan penundaan dari KPK, Kamis (30/11).
Dalam surat tersebut, KPK meminta penundaan persidangan praperadilan dengan Nomor 133/Pid.Prap/2017/PNJak.Sel minimal tiga pekan. Namun, pihak kuasa hukum Setnov keberatan atas permohonan penundaan itu.
Kuasa hukum Novanto, Ketut Mulya Arsana menilai bahwa pengajuan penundaan praperadilan oleh KPK tidak dilandaskan data dasar dan alasan hukum untuk dikabulkan. Justru, menurutnya pengajuan tersebut bertentangan dengan asas peradilan, yakni cepat, sederhana, dan berbiaya ringan.
Apalagi, dalam Pasal 82 KUHAP huruf J disebut bahwa pemeriksaan praperadilan dilakukan secara cepat dan harus diputuskan perkaranya paling lambat tujuh hari. "Kami mohon pemeriksaan dilakukan sesuai dengan ketentuan jangka waktu pemeriksaan cepat 7 hari tersebut," kata Ketut.
(Baca: KPK Kebut Pelimpahan Berkas Perkara Setnov ke Pengadilan)
Ketut pun khawatir jika penundaan yang dilakukan hanyalah dalih agar KPK dapat mempercepat pelimpahan pemberkasan pokok perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Menurutnya, terkesan adanya unsur kesengajaan untuk menunda dan menghambat proses pemeriksaan praperadilan yang diajukan Novanto.
"Hal tersebut jelas termohon telah melakukan itikad tidak baik dan telah melakukan unfairness procedure terhadap pemohon," kata dia.
Ketut pun menilai alasan belum siap menghadapi proses persidangan praperadilan karena harus menyiapkan kelengkapan dokumen dan administrasi juga tidak tepat. Sebab, lanjut Ketut, praperadilan hanyalah menguji sah atau tidaknya penetapan Setya Novanto.
Terlebih, KPK kerap kali menyatakan siap menghadapi praperadilan dalam pernyataannya di media massa. "Apalagi ini merupakan praperadilan kedua yang kami ajukan atas subjek, objek, bukti-bukti maupun pasal-pasal atas sangkaan yang sama sebagaimana praperadilan pertama nomor 97/Pid.Prap/2017/PNJak.Sel yang telah diputuskan dan berkekuatan hukum tetap," kata Ketut.
Ketut pun menuding jika permohonan penundaan oleh KPK mencederai proses hukum yang diajukan Setya Novanto. Jika permintaan ini dikabulkan, lanjut dia, akan menjadi preseden buruk dunia peradilan.
"Berdasarkan atas hal-hal tersebut di atas kami mohon yang mulia untuk melanjutkan proses pemeriksaan perkara ini. Jika yang mulia berpendapat lain mohon penundaan persidangan tidak lebih 3 hari terhitung mulai hari ini," kata Ketut.
(Baca juga: Saksi Kasus e-KTP, Istri Setya Novanto Dicegah ke Luar Negeri)
Mendengar keberatan ini, Kusno mengatakan jika tidak diatur secara rinci dalam hukum acara praperadilan mengenai ketidakhadiran salah satu pihak berperkara. Karenanya Kusno mengacu pada hukum acara perdata untuk mengatur masalah ini.
"Dalam hukum acara perdata, kalau salah satu tidak datang maka kewajiban hakim untuk menunda sidang kemudian akan memanggil yang bersangkutan," kata Kusno.
Karenanya, Kusno pun berkesimpulan untuk menunda sidang hingga sepekan. Dia pun juga memerintahkan kepada juru sita PN Jaksel untuk memberitahu KPK agar mempersiapkan diri sebelum jadwal sidang selanjutnya.
"Kami tunda sampai tanggal 7 Desember, Kamis yang akan datang. Kepada panitera pengganti agar memanggil termohon, sedangkan kepada kuasa pemohon supaya hadir tanpa dipanggil lagi," kata Kusno.
Setnov mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangkanya oleh KPK dalam kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013. Oleh KPK, Novanto disangkakan melanggar disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Baca: Pengacara Sebut KPK Bekukan Puluhan Rekening Setya Novanto & Keluarga)