Jonan Dorong Tiongkok Jadi Mitra Pertamina di Kilang Bontang
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mendorong perusahaan Tiongkok untuk berinvestasi di sektor pengolahan minyak dan gas bumi (migas). Dia ingin perusahaan-perusahaan ini bisa menjadi mitra PT Pertamina (Persero) dalam membangun kilang minyak Bontang di Kalimantan Timur.
"Saat ini yang kami tahu, sebuah perusahaan Tiongkok sedang mendiskusikan kerja sama dengan Pertamina untuk grass root refinery (GRR) di Bontang," kata Jonan dalam sambutannya di acara The 5th Indonesia-China Energy Forum (ICEF), di Jakarta, Senin (13/11). Sayangnya dia tidak menyebutkan nama perusahaan tersebut.
(Baca: 96 Perusahaan Tiongkok Bidik Peluang Investasi Energi di Indonesia)
Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan pemerintah menyerahkan kewenangan menentukan siapa mitra yang akan digandeng di Kilang Bontang kepada Pertamina. "Tadi pak menteri di sambutan bilang silakan perusahaan Cina berpartner sama Pertamina," kata Ego.
Beberapa waktu lalu Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pernah mengatakan proses pencarian mitra strategis mitra Pertamina di Kilang Bontang sudah mengerucut. Dari puluhan calon mitra yang berminat, kini tersisa investor dari dua negara yang menjadi kandidat kuat.
“Sekarang yang leading itu ada dua, yakni Kuwait dan Tiongkok," ujar dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (9/5). (Baca: Jonan Surati Jokowi, Minta Resmikan Pembangunan Kilang Balikpapan)
Pertamina telah menargetkan calon mitra Pertamina di Kilang Bontang bisa diputuskan dalam tahun ini. Sedangkan pembangunan kilang ini ditargetkan selesai 2023. Dalam membangun Kilang Bontang, Pertamina tidak akan mengeluarkan dana. Seluruh biaya yang dibutuhkan untuk membangun kilang baru ini akan ditanggung pihak swasta yang menjadi mitra Pertamina.
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ardhy N. Mokobombang pernah mengatakan strategi itu diambil dengan pertimbangan kondisi keuangan perusahaan. "Beban finansial, semuanya ditanggung investor,” kata dia kepada Katadata, Kamis (2/11).
(Baca: Kurangi Beban Keuangan Pertamina, Swasta Biayai Kilang Bontang 100%)
Nilai investasi yang harus dikeluarkan investor sangat besar. Jika proyek tersebut hanya untuk pengolahan, maka kebutuhan dananya sekitar US$ 10 miliar – US$ 15 miliar. Sementara apabila kilang ini juga menghasilkan produk petrokimia, nilai investasinya mencapai US$ 15 miliar – US$ 20 miliar.
Pertamina akan berkontribusi dari aspek teknikal dan pemasaran bersama produk hasil kilang minyak tersebut. Menurut Ardhy, skema ini juga sudah mendapatkan persetujuan dari beberapa calon mitra Pertamina. Namun, perusahaan migas negara ini belum bisa memberitahukan siapa saja calon mitranya tersebut.
Meski tidak ikut mengeluarkan dana, Pertamina tetap mendapatkan keuntungan dari hasil proyek Kilang Bontang. Ardhy berharap Pertamina bisa mendapatkan hak kepemilikan 5-10 persen sebagai saham merah putih. Angka itu lebih kecil dari target awal yakni 30 persen.
Pertamina juga tidak menjamin akan menyerap produk hasil kilang Bontang tersebut. “Kami tidak lagi memberikan jaminan offtake karena makin melemahkan kinerja keuangan Pertamina," kata Ardhy.
(Baca: Proyek Pengembangan 4 Kilang, Dumai Paling Terakhir Digarap)