Masyarakat Lirik Calon Alternatif di 2019 karena Tak Puas Ekonomi
Survei lembaga Media Survei Nasional (Median) menunjukkan sebagian masyarakat Indonesia menghadapi masalah ekonomi dalam kehidupan mereka. Persoalan ekonomi yang menghantui masyarakat membuat mereka cenderung memilih calon alternatif pada pemilihan presiden 2019.
Survei Median menunjukkan sebanyak 43,3% dari 83,3% responden yang menyatakan ada masalah ekonomi. "Hampir separuh merupakan tekanan ekonomi," kata Direktur Eksekutif Median Rico Marbun di Jakarta, Senin (2/10).
Survei Median melibatkan 1.000 responden di seluruh provinsi di Indonesia. Survei yang digelar pada 14-22 September 2017 ini menggunakan multistage random sampling dengan margin of error +/- 3,1% dengan tingkat kepercayaan 95%. Quality control dilakukan terhadap 20%.
(Baca: Elektabilitas Jokowi Tak Capai 50%, Publik Tunggu Calon Alternatif)
Rico mengatakan, terdapat beberapa faktor yang membuat responden menyatakan masalah ekonomi dialami dalam kehidupan mereka. Faktor tersebut yakni keadaan ekonomi sulit dan tingginya harga kebutuhan pokok serta tarif listrik. Selain itu, masalah ekonomi juga muncul akibat masyarakat kesulitan mencari pekerjaan dan mahalnya harga BBM.
Survei Median juga menyebut jika masalah ekonomi menjadi isu yang dianggap masyarakat sebagai kekurangan pemerintah. Sebanyak 79,4% responden yang menyatakan kekurangan di pemerintahan Jokowi, menilai kesulitan kondisi ekonomi menjadi faktor yang paling besar memengaruhi penilaian tersebut (12,4%).
"Sementara, 9,6% menyatakan menyatakan bahwa kekurangan pemerintah yang perlu diperbaiki mengenai harga sembako dan listrik," kata Rico.
Rico mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan masalah ini. Apalagi survei ini menunjukkan hanya selisih 20,4% di antara masyarakat yang menganggap Jokowi berhasil dan sebaliknya.
Menurut survei Median, hanya 59% responden yang menyatakan pemerintah telah berhasil. Keberhasilan pemerintah diukur responden berdasarkan: pembangunan infrastruktur (25,6%), kesehatan gratis (10%) dan bantuan orang miskin (8,3%).
"Pembangunan infrastruktur di lain sisi tidak berdampak langsung kepada himpitan ekonomi yang dialami masyarakat. Ini perlu diperhatikan berbagai pihak," kata Rico. (Baca: CSIS: Elektabilitas Jokowi Teratas, AHY dan Gatot Merambat Naik)
Persoalan ekonomi ini yang membuat tingkat elektabilitas Presiden Joko Widodo mencapai 36,2%. Sementara rival Jokowi, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mencapai sebesar 23,2%.
Tingkat elektabilitas kedua tokoh mencapai 59,4%. Sisa suara sebanyak 40,6% menggantungkan harapan kepada tokoh alternatif lain saat Pilpres 2019.
Setidaknya, ada delapan calon alternatif lain yang disebut responden, di antaranya Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (8,4%), Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan (4,4%), dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (2,8%).
"Publik masih mengharapkan munculnya satu tokoh baru yang bisa menyelesaikan masalah-masalah tadi," kata Rico.
Karena itulah, dari survei Median muncul nama SBY sebagai calon alternatif. SBY menjadi calon alternatif paling tinggi dengan elektabilitas sebesar 8,4%.
Rico menilai, SBY yang pernah menjadi Presiden RI keenam dianggap memiliki kompetensi menyelesaikan masalah. "Fenomena penguatan nama SBY, masih ada relevansi dengan masalah ekonomi," kata Rico.
Sementara itu calon alternatif lain yakni Gatot Nurmantyo masih kecil tingkat keterpilihannya karena hanya bermain di isu keamananan yang tak berefek langsung kepada masyarakat.
Sebelumnya, berdasarkan hasil survei CSIS yang diadakan pada 23-30 Agustus 2017, menyebutkan kesulitan utama yang dirasakan masyarakat selama tiga tahun masa pemerintahan Jokowi-Kalla, terkait dengan persoalan ekonomi.
Sebanyak 27,9% responden menganggap tingginya harga sembako sebagai kesulitan utama yang dialami masyarakat di masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Urutan kedua jawaban responden yang menyebabkan ketidakpuasan publik adalah persoalan keterbatasan lapangan pekerjaan (20%). Kesulitan selanjutnya mengenai tingginya angka kemiskinan (14,1%).