KPK Gandeng BPK dan PPATK Usut Kerugian Kontrak JICT Rp 4 Triliun
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membentuk tim gabungan untuk menyelidiki dugaan penyimpangan yang dilakukan PT Pelindo II. Pembentukan tim sebagai tindak lanjut permintaan Panitia Khusus Hak Angket DPR terhadap Pelindo II agar KPK menindaklanjuti laporan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kami akan membentuk tim gabungan, terdiri dari KPK, diklarifikasi BPK, dan meminta bantuan teman-teman PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7).
Ketua Pansus Pelindo II Rieke Dyah Pitaloka menyerahkan audit investigasi BPK yang menemukan indikasi kerugian negara Rp 4,08 triliun atas dalam perpanjangan kerjasama pengoperasian terminal peti kemas Jakarta International Container Terminal (JICT) antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holdings (HPH).
(Baca: Pansus Pelindo II Serahkan Audit Investigasi Kontrak JICT ke KPK)
Agus mengatakan tim gabungan perlu dibentuk karena beberapa temuan baru terkait dugaan penyimpangan yang dilakukan PT Pelindo II. "Berdasarkan temuan yang paling baru, banyak sekali data. Itu akan kami tindak lanjuti.," kata Agus.
Agus menyarankan agar terdapat perwakilan dari Pansus Pelindo II untuk berkomunikasi dengan tim gabungan. "Mudah-mudahan dengan cara begitu kita saling kontrol memonitor perjalanan kasus ini ke depan," kata Agus.
Selain perpanjangan kontrak, Pansus Pelindo II juga melaporkan dugaan penyimpangan kontrak Terminal Petikemas Koja, proyek pembangunan Pelabuhan Kalibaru (New Priok), serta penggunaan global bond.
(Baca: Kerugian Kontrak JICT Rp 4 Triliun, DPR Akan Panggil Menteri Rini)
Dalam pembangunan proyek pelabuhan Kalibaru, Pansus Pelindo II menduga adanya penyimpangan akibat nilai pembangunan yang menggelembung. Indikasinya telihat dari perbandingan nilai proyek pembangunan Kalibaru terhadap Pelabuhan Teluk Lamong dengan kapasitas yang sama.
"Proyek Kalibaru itu mencapai kurang lebih Rp 11 triliun lebih. Kami bandingkan dengan Teluk Lamong dengan kapasitas yang sama hanya mencapai Rp 6 triliun," kata Rieke.
Rieke juga menduga penggunaan global bond oleh PT Pelindo II dilakukan tanpa perhitungan yang cukup matang. Sehingga mengakibatkan PT Pelindo II harus membayar bunga per tahun sebesar Rp 1,2 triliun.
"Sebetulnya uang sebanyak itu bisa digunakan untuk membangun pelabuhan-pelabuhan lain," kata Rieke.
Rieke mengatakan pengusutan kasus ini penting untuk perbaikan BUMN. "Kami berharap ini tidak dipetieskan dan tak ada ada intervensi politik dari siapapun karena kami berpendapat Pansus sebagai pintu masuk untuk membenahi tata kelola BUMN," kata Rieke.
(Baca: Lino: Jonan Setuju Hutchinson Perpanjang Kontrak JICT)