Aksi 'Perantara 8' Rolls-Royce yang Diduga Suap Petinggi Garuda
Penetapan status tersangka mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, dalam kasus dugaan korupsi pembelian mesin pesawat Airbus A330, Kamis (19/1) lalu, melibatkan badan antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO). Dalam investigasinya, SFO menemukan praktik suap oleh produsen mesin dan otomotif asal Inggris, Rolls-Royce, terhadap para petinggi Garuda melalui perantara orang-orang penting di Pemerintah Indonesia sejak Orde Baru hingga tahun 2012.
Hasil investigasi itu dituangkan SFO dalam dokumen fakta setebal 53 halaman di situs resminya, Selasa (17/1) lalu. Selain di Indonesia, praktik suap tersebut dilakukan Rolls-Royce di enam negara lain. “Praktik pelanggaran hukum ini berlangsung di tujuh yurisdiksi yang melibatkan tiga sektor bisnis,” tulis SFO dalam situsnya.
Di Indonesia, salah satunya di sektor penerbangan komersial. Pada periode 1980-an hingga 1990-an, Rolls-Royce menggunakan seorang perantara, yang disebut SFO sebagai Perantara 1, demi melapangkan jalannya menjual mesin untuk pesawat-pesawat pesanan Garuda.
Perantara ini memiliki kedekatan dengan lingkungan Presiden Indonesia dan petinggi militer pada zaman Orde Baru. Setelah Orde Baru tumbang dan Presiden Soeharto lengser, Rolls-Royce tetap menjalankan praktik suap selama periode 1999 hingga 2012. (Baca: Kasus Emirsyah, Puncak Gunung Es Praktik Suap Rolls-Royce)
Tapi, perusahaan ini menunjuk perantara lain, yang disebut SFO sebagai "Perantara 8", untuk melicinkan bisnisnya di Indonesia. Dengan begitu, Rolls-Royce dapat terus menjual mesin Trent 700 untuk pesawat A330 Garuda. Alhasil, pada Oktober 2008, Rolls-Royce menandatangani kontrak dengan Garuda untuk pengadaan mesin Trent 700.
Kontrak bisnis itu diraih setelah Perantara 8 mampu menjalin kedekatan dengan sejumlah pegawai senior Garuda. Mereka sudah menempati posisi senior di berbagai divisi, termasuk pada level direksi, sehingga merupakan pembuat kebijakan di Garuda sejak pertengahan 2007. Kala itu, Emirsyah sudah menjadi Direktur Utama Garuda sejak tahun 2005.
Berkat kesuksesannya menautkan hubungan Rolls-Royce dengan para petinggi Garuda tersebut, Perantara 8 melalui perusahaannya (Perantara 8 Perusahaan B) mengajukan pembaruan kontrak kesepakatan jasa penasihat perdagangan atau Commercial Adviser Agreement (CAA).
Kontrak ini sebelumnya mengatur penjualan suku cadang Trent 700 kepada Garuda. Namun, kontraknya direvisi pada tahun 2008, dengan memasukkan poin-poin mengenai komisi atas kontrak perawatan mesin atau Total Care Agreement (TCA) yang sudah dimenangkan.
Pada 8 September 2008, Rolls-Royce memutuskan memberikan komisi sebesar 2,6 persen dari nilai kontrak TCA, yang ditandatangani pada 29 Oktober 2008. Selanjutnya, pada 16 Januari 2009, Rolls-Royce membayarkan US$ 1,23 juta kepada Perantara 8.
Seorang pegawai Rolls-Royce kemudian melakukan pertemuan dengan Perantara 8 di Indonesia. Dalam pertemuan ini, Perantara 8 meminta tambahan komisi sebesar US$ 500 ribu untuk kontrak TCA. “Saya harus mengurus orang-orang ini, seperti dalam kontrak TCA terdahulu. Saya harus memberikan uang muka juga untuk mereka,” kata Perantara 8.
(Baca: Soetikno Soedarjo di Antara Kasus Emirsyah dan Offshore Leaks)
Setelah menerima lebih dari US$ 1,2 juta untuk kontrak TCA pertama, serta tambahan US$ 500 ribu pada 24 Juni 2009, Perantara 8 mentransfer US$ 500 ribu ke rekening salah satu perusahaan miliknya. Dari rekening inilah kemudian pembayaran komisi dilakukan untuk seorang pegawai senior Garuda.
Meski seorang pegawai Rolls-Royce menyebut pembayaran tersebut tidak etis, praktik itu tetap dijalankan perusahaan untuk menjaga kelangsungan usahanya. Bahkan, sekitar Agustus 2009, seorang pegawai Rolls-Royce meminta kepada Perantara 8 agar membayarkan komisi sebesar US$ 500 ribu untuk mengamankan kontrak pembelian mesin untuk enam pesawat baru A330 yang dipesan Garuda.
Perantara 8 menyetujuinya. Kontrak CAA pun diteken Rolls-Royce dengan perusahaan milik Perantara 8 (Perantara 8 Perusahaan C) pada 1 November 2009. Perusahaan ini terdaftar di Singapura, tapi beroperasi di Indonesia. Dana sebesar US$ 200 ribu kemudian ditransfer ke rekening di Singapura.
Selama rentang tahun 2009-2011, Garuda menandatangani beberapa kontrak TCA untuk delapan pesawat yang disewa. Pada 23 Juli 2010, uang muka sebesar US$ 293.910 diberikan kepada Perantara 8.
Pada 11 Oktober 2010, uang sebesar US$ 100 ribu ditransfer dari rekening perusahaan Perantara 8 ke rekening dengan nama seorang pegawai senior Garuda. Empat hari berselang, US$ 10 ribu dibayarkan ke rekening yang sama.
Kontrak CAA dengan Perantara 8 berakhir pada 31 Oktober 2010. Perpanjangan kontraknya ditunda karena Departemen Kepatuhan Rolls-Royce mengkategorikan Perantara 8 berisiko tinggi. Namun, belakangan, pegawai senior Rolls-Royce menyetujui perpanjangan kontrak dengan Perantara 8 tersebut.
Seorang konsultan membuat laporan uji tuntas terhadap Perantara 8 pada 17 Februari 2011. Laporan ini dikeluarkan berdasarkan kebijakan baru Rolls-Royce untuk para perantara dengan risiko tinggi. Laporan ini mengungkap kedekatan Perantara 8 dengan mantan Presiden Indonesia.
Namun, seorang pegawai Rolls-Royce dari departemen hukum dan kepatuhan diperingatkan: jika kerjasama dengan Perantara 8 dihentikan maka kesepakatan dalam kontrak TCA berpotensi gagal. Untuk mengklarifikasi persoalan tersebut, pegawai Rolls-Royce menemui Perantara 8 di Indonesia.
Dalam pertemuan itu, Perantara 8 membantah melakukan pembayaran kepada sejumlah pegawai senior Garuda. Alhasil, status Perantara 8 diturunkan menjadi berisiko rendah dan kontrak CAA ditandatangani pada 18 Maret 2011.
Sejak akhir April hingga Mei 2011, Rolls-Royce berkali-kali mentransfer sejumlah dana ke rekening perusahaan Perantara 8. Total nilainya hampir mencapai US$ 1,5 juta atau sekitar Rp 20 miliar.
Pada Januari 2012, Perantara 8 mengirim dua tagihan. Pertama, meminta tambahan komisi untuk kontrak TCA 2008. Kedua, komisi untuk pengiriman mesin pada November 2011 untuk pesawat A330. Total nilainya lebih US$ 1 juta.
Sebulan kemudian, Rolls-Royce kembali meneken kontrak CAA dengan Perantara 8 untuk jangka waktu dua tahun berikutnya. Namun, seorang pegawai Rolls-Royce mendesak agar Perantara 8 diperiksa lagi sebelum perpanjangan kontrak.
Apalagi, SFO mulai mencium dugaan suap yang dilakukan Rolls-Royce. Pada 29 Februari 2012, SFO meminta informasi dari Rolls-Royce mengenai dugaan korupsi mantan pegawai perusahaan tersebut.
Sementara itu, konsultan yang ditunjuk Rolls-Royce menerbitkan laporan lanjutan uji tuntas terhadap Perantara 8. Isinya ada beberapa poin. Pertama, Perantara 8 tidak banyak terlibat dalam industri penerbangan sebelum ditunjuk Rolls-Royce.
Kedua, Perantara 8 memiliki kedekatan dengan kroni mantan Presiden Indonesia, yang merupakan pegawai senior Garuda Indonesia. Ia juga memiliki hubungan erat dengan seorang pegawai senior Garuda lainnya.
Ketiga, Perantara 8 menjadi makelar untuk tujuh kontrak antara Rolls-Royce dengan sejumlah maskapai lokal Indonesia, termasuk Sempati Air milik keluarga Presiden Soeharto. Meski begitu, laporan itu tidak menyebutkan adanya indikasi yang mengarah pada keterlibatan Perantara 8 dalam penipuan, korupsi, maupun kejahatan finansial.
(Baca: Emirsyah Satar: Saya Tidak Korupsi atau Menerima Suap)
Setelah melalui proses penyelidikan lanjutan, Rolls-Royce akhirnya memutuskan menghentikan semua aktivitas dengan Perantara 8 pada Maret 2012. Pembayaran terakhir kepada dua perusahaan Perantara 8 senilai total US$ 1 juta. Akun dua perusahaan tersebut kemudian ditutup pada 1 Juni 2012. Namun, antara 11 Juni 2012 dan 23 Mei 2014 terdapat sejumlah pembayaran dari rekening Perantara 8 kepada dua pejabat Garuda.
Dalam dokumen tersebut, SFO tidak menyebutkan identitas para pihak yang terlibat, termasuk Perantara 8. “Investigasi atas keterlibatan individu terus berlangsung,” tulis SFO dalam dokumennya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menyatakan, kasus ini bukanlah kejahatan korporasi. “Sebab yang mendapat keuntungan dari perbuatan ini bukan Garuda melainkan ESA (Emirsyah),” ujarnya.
Dalam menjalankan penyelidikan kasus ini, KPK mendapat bantuan dari Garuda yang telah memberikan bukti-bukti signifikan. Laode berharap kasus ini tidak mengganggu operasional Garuda sebagai maskapai Indonesia. “Garuda sangat kooperatif dan tindakan pidana ini bersifat individual."
Di sisi lain, Rolls-Royce telah menyampaikan permintaan maaf terkait dengan pengungkapan kasus suap di beberapa negara, termasuk Indonesia. "Perilaku yang ditemukan dalam investigasi SFO dan otoritas lainnya sangatlah tidak bisa diterima dan kami meminta maaf tanpa syarat atas hal itu," ujar Kepala Eksekutif Rolls-Royce, Warren East, dalam sebuah pernyataan seperti dilansir BBC, Kamis (19/1).