Jonan dan Pertamina Beda Pendapat Soal Fungsi SKK Migas di Gross Split
Penerapan skema baru kerja sama migas yakni gross split menimbulkan polemik soal posisi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) . Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan tugas SKK Migas tetap diperlukan dalam skema baru ini.
SKK Migas akan menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian. "Fungsi SKK Migas tetap penting pada skema gross split, karena berperan dalam melaksanakan pengelolaan kegiatan hulu migas," kata Jonan berdasarkan siaran resminya yang diterima Katadata, Selasa (13/12) malam. (Baca: Skema Baru Gross Split Migas Akan Berlaku Tahun Depan)
Setidaknya ada tiga instrumen pengawasan dan pengendalian yang tetap dikerjakan SKK Migas dalam memantau pekerjaan kontraktor. Pertama, SKK Migas tetap mengawasi dan mengendalikan persetujuan rencana pengembangan atau plan of Development (PoD). Kedua, SKK Migas tetap mengawasi pengajuan proggram kerja dan anggaran (WP&B) kontraktor yang diajukan tiap tahunnya.
Ketiga, SKK Migas tetap mengawasi Authorization for Expenditure (AFE). AFE merupakan mekanisme pengendalian pembelanjaan berbasis proyek yang menyediakan informasi bagi SKK Migas untuk menganalisa, evaluasi, persetujuan, dan pengawasan biaya proyek yang diusulkan kontraktor.
Menurut Jonan, skema gross split tidak rumit, sehingga dapat memangkas birokrasi yang berbelit dan mempercepat investasi di sektor migas. Gross split adalah bentuk kontrak kerjasama di sektor hulu migas yang bagi hasilnya ditetapkan berdasarkan hasil produksi bruto (gross) migas. (Baca: Pengusaha Masih Keberatan Penetapan Skema Bagi Hasil Gross Split)
Pemerintah juga akan menetapkan syarat ketat terkait penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam penunjukan pengelolaan wilayah kerja. “Selain itu, penggunaan tenaga kerja nasional khususnya tenaga kerja di wilayah kerja juga menjadi prioritas,” tegas Menteri ESDM.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan penerapan skema gross split tetap akan di bawah pengawasan lembaganya. Kontraktor tetap harus mengajukan rencana kerjanya dan meminta persetujuan kepada pemerintah. Bedanya, dalam skema baru ini kontraktor tidak perlu mengajukan anggaran mengenai biaya mana saja yang perlu diganti pemerintah (cost recovery). Sebab seluruh biaya itu ditanggung oleh kontraktor.
Selain mengawasi penyusunan program kerja kontraktor, SKK juga akan mengawasi beberapa hal termasuk penggunaan komponen lokal dan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang akan dipakai kontraktor migas. Selain itu Amien mengatakan SKK Migas juga mengawasi aspek kesehatan, keselamatan kerja, keamanan dan lingkungan (HSSE) kontraktor migas. "Rencana harus ditinjau ulang, kalau ada yang ngawur dan ada kecelakaan macam-macam kan yang disalahkan Menteri ESDM juga," ujar dia di Jakarta, Selasa (13/12). (Baca: SKK Migas Tetap Awasi Penggunaan Produk Lokal di Skema Gross Split)
Sementara itu, Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang justru mempertanyakan fungsi SKK Migas jika pemerintah resmi menerapkan skema kerjasama migas dengan gross split. "Fungsinya SKK Migas jadi tidak ada, karena cuma tandatangan kontrak, enggak perlu awasi. Itu urusan pemerintah," kata dia, kemarin.
Ia menilai dengan skema PSC saat ini, pemerintah juga masih memiliki hutang untuk membayar cost recovery kepada kontraktor yang sedang beroperasi. "Jadi meninggalkan utang ke generasi yang akan datang, bisa jadi penerimaan untuk membayar cost recovery ini tidak cukup," kata Ahmad.