Usut Korupsi Keuangan Negara, BPK Bentuk Unit Audit Investigasi
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membentuk sebuah unit khusus untuk mematangkan proses investigasi terhadap laporan keuangan negara. Unit khusus ini setara dengan Eselon I.
Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Slamet Kurniawan mengatakan, unit ini bersifat adhoc dan bertugas secara khusus menginvestigasi apabila ada laporan keuangan berpotensi menyimpang (fraud) dan merugikan keuangan negara. Sebelumnya, pemeriksaan investigatif BPK berada dalam sebuah Eselon I yang berperan secara teknis.
Menurut Slamet, melalui pendirian unit khusus setara Eselon I ini maka penyimpangan dalam keuangan negara bakal lebih cepat ditindaklanjuti oleh para penegak hukum seperti kepolisian, Kejaksaan Agung, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedangkan penilaian menyimpang atau tidak akan dilakukan oleh Direktorat Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara berdasarkan hasil audit investigasi.
(Baca: Pemilihan Berjalan Mulus, Komposisi Anggota BPK Tak Berubah)
Apabila Direktorat tersebut menyatakan ada indikasi penyimpangan maka BPK akan meneruskan laporan tersebut kepada penegak hukum. "Jadi hasilnya lebih matang untuk dikirimkan dan berkoordinasi dengan penegak hukum," kata Slamet saat konferensi pers di Gedung BPK, Jakarta, Senin (3/10).
Rencana BPK tersebut telah mendapatkan lampu hijau dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Slamet menyatakan, Anggota III BPK Eddy Mulyadi Supardi akan memimpin unit khusus audit investigasi tersebut.
Terkait mekanisme kerjanya, Slamet menjelaskan, selain dengan audit investigatif yang lebih komprehensif unit ini akan menindaklanjuti laporan keuangan negara apabila penegak hukum mencium adanya pelanggaran hukum dalam pengelolaan keuangan negara. "Misalnya penegak hukum minta audit negara kalau ada korupsi, (maka) langsung ditangani unit ini," katanya.
(Baca: Anggaran Dipotong, DPR Minta BPK Audit Dana Tunjangan Guru)
Audit investigatif BPK ini pernah disoroti oleh sejumlah pihak, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW). Sejak 2005, ICW mencatat beberapa hasil audit BPK menghasilkan kesimpulan yang lemah dan tidak akurat. Seperti dilansir Bareksa.com, Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, mengatakan audit BPK tidak selalu akurat.
Dalam kasus sengketa lahan Rumah Sakit Sumber Waras misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyimpulkan bahwa tidak ada unsur melawan hukum dalam kasus pembelian lahan rumah sakit tersebut. Hasil penyelidikan KPK ini bertentangan dengan audit investigasi BPK yang sebelumnya menyatakan bahwa pengadaan lahan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.
(Baca: Kalla: Tangkap Banyak Koruptor Bukan Indikator Keberhasilan)
Selain kasus Sumber Waras, ada beberapa kontroversi terkait laporan dan audit BPK. Laporan keuangan Pemprov Sumatera Utara salah satunya. Pada 2014, BPK memberi predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan Pemprov Sumatera Utara. Padahal, persetujuan laporan diwarnai kasus suap dan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho ditahan KPK.