Papua Barat Inginkan Jatah Hak Kelola di Proyek Tangguh

Anggita Rezki Amelia
11 Juli 2016, 12:22
LNG-Tangguh-Katadata-SKK-Migas.jpg
KATADATA/

Pemerintah Provinsi Papua Barat menginginkan hak kelola di Proyek Tangguh yang terletak di Teluk Bintuni. Tujuannya agar pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam di Bumi Cendrawasih tersebut dapat meningkatkan ekonomi daerah.

Wakil Gubernur Papua Barat Irene Manibuy berharap pemerintah pusat bersedia merestui keinginan tersebut. “Pemerintah pusat berikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk memperoleh participating interest atau hak kelola sesuai dengan aturan yang ada,” kata dia saat konferensi pers mengenai persetujuan keputusan akhir investasi Kilang 3 Tangguh, pekan lalu. (Baca: Putusan Final Investasi Tercapai, Kilang 3 Tangguh Siap Dibangun)

BP Berau Ltd tengah menggarap megaproyek pembangunan kilang gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di Teluk Bintuni, Papua Barat. Fasilitas kilang itu untuk menampung gas alam yang berasal dari beberapa blok migas di sekitar Teluk Bintuni, seperti Blok Berau, Blok Wiriagar dan Blok Muturi.

Tangguh kini dioperasikan oleh BP Berau dengan hak pengelolaan sebanyak 37,16 persen. Selain BP Berau, ada beberapa mitra lain yakni MI Berau B.V. 16,3 persen, CNOOC Muturi Ltd. 13,90 persen, Nippon Oil Exploration (Berau) Ltd. 12,23 persen, KG Berau Petroleum Ltd 8,56 persen, KG Wiriagar Overseas Ltd. 1,44 persen, Indonesia Natural Gas Resources Muturi Inc. 7,35 persen dan Talisman Wiriagar Overseas Ltd. 3,06 persen.

Saat ini, Tangguh beroperasi sesuai kapasitas terpasangnya, dan pekerjaan sedang berlangsung untuk mengembangkan Tangguh dengan penambahan satu kilang LNG baru atau Train 3. Train ini baru saja mendapat persetujuan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk keputusan akhir investasi. Nilai investasinya mencapai US$ 8 miliar. (Baca: Gara-Gara Harga Minyak, Investasi Kilang Tangguh Ikut Menyusut)

Irene mengatakan, setelah keputusan tersebut maka proyek LNG Tangguh dapat direalisasikan sesuai dengan rencana yang sudah disepakati dalam dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).  Pembangunan Train 3 ini juga harus memperhatikan keberpihakan guna meningkatkan harkat dan martabat orang asli Papua. “Makanya masyarakat diberikan kesempatan yang memadai,” ujar dia.

BP tangguh juga diharapkan bisa menjadi pelopor dalam membangun infrastruktur migas Papua Barat.  Selain itu, perlu ada kebijakan khusus melalui pemerintah yang memberikan ruang pemanfaatan sumber daya alam khususnya migas bumi sehingga dapat memberikan multiplier effect atau efek berantai yang kongkrit.

Irene mengungkapkan, pemerintah pusat kurang memberikan perhatian kepada pemerintah daerah saat pembangunan proyek Train 1 dan 2 Tangguh. Tapi untuk Train 3, Papua Barat sudah mendapat pasokan gas sebesar 20 juta kaki kubik (mmscfd) atau setara 100 megawatt (mw).

Gas produksi Train 3 ini juga nantinya bisa digunakan untuk industri petrokimia di Papua Barat. “Papua Barat mengharapkan dan kami siap bila bisa dibangun petrochemical, sudah sepakat setelah 2019 akan dibangun,” ujar Irene.

Namun, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan Pemerintah Provinsi Papua Barat tidak bisa mendapatkan hal tersebut. Alasannya Proyek Tangguh bukanlah production sharing contract (PSC) atau kontrak bagi hasil baru atau perpanjangan kontrak. (Baca: Peraturan Masa Transisi Blok Migas Telah Terbit

Jadi, tidak ada kewajiban pemerintah pusat untuk memberikan hak pengelolaan sebesar 10 persen ke pemerintah daerah. “Ini kan proyek saja, bukan PSC baru atau perpanjangan, Jadi ini tidak bisa,” ujar Wiratmaja. Sementara itu, pihak BP Indonesia belum mau berkomentar mengenai permintaan pemerintah Provinsi Papua Barat tersebut.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...