SKK Migas: Perpanjangan Kontrak Fasilitas Blok Cepu Rugikan Negara
KATADATA - Keinginan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperpanjang masa operasi fasilitas produksi di Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, Jawa Timur, tampaknya bakal bertepuk sebelah tangan. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tidak sepakat memperpanjang masa kontrak fasilitas produksi awal (early production facility/EPF) dan pengembangan awal (early oil expansion/EOE).
Kepala Bagian Humas SKK Migas Elan Biantoro mengatakan, pihaknya sudah menghitung permintaan dari Kementerian ESDM tersebut. Setelah dihitung, perpanjangan masa operasi dua fasilitas produksi itu berpotensi merugikan negara. “Dari hitungan kami lebih banyak merugikan negara. Akhirnya diputuskan tidak diperpanjang,” kata dia di kantor SKK Migas, Jakarta, Jumat (29/1).
Meski bisa menambah produksi, menurut Elan, perpanjangan dua fasilitas tersebut akan membuat cadangan minyak di Lapangan Banyu Urip bakal cepat habis. Pasalnya, cadangan yang ada akan dikuras di awal produksi. Dengan begitu, negara dan masyarakat tidak bakal menerima manfaat jangka panjang dari keberadaan Blok Cepu.
(Baca : Demi Kejar Target Lifting, Puncak Produksi Blok Cepu Jadi Pendek)
SKK Migas memperkirakan puncak produksi Blok Cepu akan percapai April tahun ini. Saat puncak produksi, blok ini dapat memproduksi minyak sebesar 165 ribu barel per hari (bph). Saat ini produksi Blok Cepu masih di atas 130 ribu bph karena operasional fasilitas produksi utama (CPF) masih belum sempurna. Sebelum CPF beroperasi akhir tahun lalu, produksi Blok Cepu memang mengandalkan fasilitas EPF dan EOE dengan kapasitas 40.000 bph.
Tapi masa operasi kedua fasilitas tersebut telah habis pertengahan Januari lalu. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperpanjang masa kontraknya hingga akhir tahun ini. Permintaan ini tertuang dalam surat Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Nomor 19/13/DME/2016 yang ditujukan kepada Wakil Kepala SKK Migas tertanggal 5 Januari 2016. Surat ini terkait optimalisasi produksi lapangan banyu urip di Blok Cepu.
Ada dua pertimbangan yang disampaikan agar masa operasi dua fasilitas di Blok Cepu diperpanjang. Pertama, arahan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat berkunjung ke Lapangan Banyu Urip pada 26 Desember tahun lalu. JK ingin masa operasi EPF dan EOE diperpanjang, untuk mengurangi impor minyak mentah dan menghemat devisa. (Baca : ESDM Minta Kontrak Penjualan Minyak Blok Cepu ke Swasta Diperpanjang)
Selain itu, dalam catatan rapat optimalisasi produksi Lapangan Banyu Urip pada 11 Desember 2015 juga menyatakan untuk tahun ini dapat mencapai rata-rata produksi 207.000 atau 205.000 bph. Syaratnya dengan memperpanjang EPF dan EOE hingga akhir tahun ini. Hasil rapat ini juga menyatakan untuk dilakukan perpanjangan kontrak jual beli minyak mentah dari Banyu Urip dengan PT Tri Wahana Universal (TWU) hingga akhir tahun 2016. TWU merupakan anak perusahaan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk., yang dimiliki Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya.
Blok Cepu memang menjadi andalan pemerintah untuk mencapai target lifting. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, target lifting Blok Cepu dipatok hanya 161.120 bph. Berbeda dari target APBN, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (WP&B) 2016, SKK Migas dan kontraktor sepakat lifting tahun ini bisa 168.430 bph. Padahal target lifting nasional ditetapkan sebesar 830.000 bph.(Baca : SKK Migas: Puncak Produksi Blok Cepu April 2016)
Blok ini dioperatori oleh ExxonMobil Cepu Limited dengan saham yang dimiliki sebesar 45 persen di Lapangan Banyu Urip. PT Pertamina EP Cepu juga memiliki 45 persen saham di Blok Cepu. Sisanya dimiliki oleh empat Badan Usaha Milik Daerah yakni PT Blora Patragas Hulu, PT Petrogas Jatim Utama Cendana, PT Asri Darma Sejahtera, dan PT Sarana Patra Hulu Cepu.