Pemerintah Isyaratkan Beri Izin Ekspor Freeport
KATADATA - Pemerintah memberi sinyal akan memperpanjang izin ekspor PT Freeport Indonesia. Sinyal ini terlihat dari sikap pemerintah mencarikan solusi terhadap keinginan Freeport yang meminta keringanan membayar uang jaminan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Padahal, itu merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi Freeport untuk mendapatkan perpanjangan izin ekspor.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan PT Freeport Indonesia sudah mengirimkan surat kepada pemerintah mengenai keringanan persyaratan tersebut. Dalam surat tersebut, Freeport menyatakan akan berusaha menaati yang disyaratkan oleh pemerintah.
“Mereka tulis surat, intinya mereka kooperatif,” kata dia di Gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Rabu (27/1). (Baca: Freeport Janji Mulai Bangun Smelter Pertengahan 2016)
Ada dua syarat yang diminta pemerintah kepada Freeport untuk bisa mendapat izin ekspor. Yakni membayar bea keluar untuk ekspor hasil tambangnya sebesar 5 persen dan menyetorkan uang sebagai jaminan kesungguhan untuk pembangunan smelter sebesar US$ 530 juta atau sekitar Rp 7,42 triliun.
Freeport memiliki waktu untuk bisa memenuhi kedua persyaratan ini hingga besok (28/1). Namun, Freeport menyatakan kesulitan untuk memenuhi syarat untuk menyetorkan uang jaminan tersebut. Alasannya kondisi keuangan yang dalam kondisi yang tidak baik akibat harga komoditas dunia yang sedang anjlok.
Berdasarkan laporan keuangan induk usahanya, Freeport-McMoRan (FCX) mengalami kerugian sebesar US$ 12,23 miliar sepanjang tahun lalu. Kerugian ini lebih besar dibandingkan yang dialami 2014 yang hanya US$ 1,3 miliar. Total utang Freeport-McMoRan selama 2015 juga membengkak menjadi US$ 20,42 miliar. Padahal total utang di 2014 hanya US$ 18,84 miliar.
Sudirman pun memahami kondisi tersebut dan akan mencarikan solusi untuk Freeport. Uang jaminan ini sebenarnya harus dibayar Freeport untuk menunjukkan kesungguhan Freeport membangun smelter. Saat ini kemajuan pembangunan smelter Freeport baru 14 persen. Padahal dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2014 kemajuan pembangunan smelter paling sedikit 60 persen dari target setiap enam bulan. (Baca: Perpanjangan Kontrak Freeport, Jokowi Minta 5 Syarat)
Kewajiban membangun smelter termuat dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Bila tak melaksanakannya, kontraktor atau pemegang izin usaha dilarang mengekspor produknya. Larangan ini akan dicabut seiring kemajuan pembangunan smelter. Namun, dalam tahapan tersebut, perusahaan akan terkena bea keluar progresif. Adapun izin menjual mineral ke luar negeri bisa diperbarui dalam periode tertentu.
Mengenai dua syarat yang belum terpenuhi tersebut, Sudirman mengatakan masih ada waktu untuk Freeport melunasinya. Mengingat izin ekspor Freeport akan habis pada Kamis, 28 Januari 2016. “Kami masih ada beberapa hari untuk cari solusi. Orientasi kami bagaimana kelangsungan operasi terjaga supaya tidak berpengaruh pada ekonomi lokal maupun industri,” ujar dia.
Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan akan bertemu dengan pihak Freeport pekan ini. Sayangnya Darmin masih enggan menyebut mengenai topik yang akan dibahas dengan pihak Freeport. “Mudah-mudahan kalau bisa minggu ini. Freeport mungkin mau mengusulkan sesuatu,” kata dia usai Rapat Kerja Kementerian Perdagangan di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (27/1).