Tak Terserap, 18 Kargo Gas Akan Dijual di Pasar Spot
KATADATA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tahun lalu mengalokasikan sebanyak 49,5 kargo untuk dalam negeri. Namun hanya 31,5 kargo yang bisa terserap.
Sisanya 18 kargo lagi tidak bisa dijual di dalam negeri. Gas yang tidak terserap ini berasal dari Kilang Badak di Botang sebanyak 16 kargo dan dua kargo lagi dari Kilang Tangguh di Papua. (Baca : Dua Pembeli Gas Tangguh Kurangi Pesanan LNG)
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan salah satu penyebab kargo tersebut tidak dapat diserap adalah minimnya infrastruktur gas. “Jadi keseluruhan yang diterima dan diserap kendala utama adalah infrastruktur. Untuk gas kota dan penerimaan LNG juga belum terbangun,” kata dia di Kantor SKK Migas, Jakarta, kemarin malam.
Amien mengatakan besaran gas yang diproduksi pada 2015 sebesar 6.256,1 miliar british thermal unit per hari (BBTUD). Pemanfaatannya paling besar untuk ekspor sebesar 32,10 persen, kemudian untuk industri sebesar 18,65 persen, kelistrikan 13,86 persen, ekspor gas pipa 12,89 persen, pupuk sebesar 10,89 persen, LNG domestik 4,41 persen, Lifting minyak 3,99 persen, LPG domestik 3,12 persen, Bahan Bakar Gas dan transportasi 0,66 persen, dan city gas sebesar 0,33 persen.
Untuk 2016, SKK Migas menargetkan pemanfaatan gas di dalam negeri lebih besar dibandingkan ekspor. Alokasi gas untuk domestik tahun depan diperkirakan sebesar 4,144 BBTUD dan untuk ekspor hanya 2,561 BBUTD. Alokasi domestik ini meningkat dibanding 2015, yang hanya 3,848 BBUTD. Sedangkan ekspornya turun dari tahun lalu yang mencapai 3,063 BBUTD. (Baca: Tahun Depan, 40 Kargo Gas di Dalam Negeri Terancam Tak Terserap)
Masalahnya meski dijatahkan lebih besar, dalam negeri belum tentu bisa menyerap maksimal alokasi tersebut. “Sebenernya, 2016 ini SKK Migas masih kesulitan, kami takutkan dalam negeri tidak siap menerima,” ujar dia.
Kepala Bagian Humas SKK Migas Elan Biantoro mengatakan untuk 18 kargo LNG yang tidak terserap di dalam negeri akan dijual di pasar spot. Mekanismenya akan melalui tender. Tender tersebut akan dilakukan oleh dua perusahaan. Untuk LNG di Kilang Badak akan dilakukan oleh PT Pertamina (Persero), sementara untuk LNG dari Kilang Tangguh akan dilakukan oleh BP Indonesia.
Proses tender, kata Elan, nantinya akan dikoordinir oleh SKK Migas. Setelah selesai tender maka hasilnya akan disampaikan ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk alokasi gas. “Tujuan tender itu untuk menentukan harga terbaik. Jadi misalnya ada lima atau 10 perusahaan, kita akan pilih harga tertinggi biar pendapatan pemerintah lebih tinggi,” ujar dia kepada Katadata, Rabu (6/1). (Baca: Pemerintah Hapus Batasan Alokasi Gas Dalam Negeri)