Penerbitan Aturan Tata Kelola Gas Bisa Molor Hingga 2016
KATADATA - Penerbitan peraturan presiden (Perpres) mengenai Tata Kelola Gas Bumi kembali mundur dari target yang telah dipatok oleh pemerintah. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan aturan tersebut tidak bisa diterbitkan tahun ini.
Padahal, sebelumnya pemerintah menargetkan beleid tersebut bisa rampung tahun ini. “Tapi sepertinya tidak terkejar tahun ini,” kata dia di Jakarta, Rabu (15/12). Pasalnya, masih ada beberapa poin yang perlu dikaji. Poin-poin tersebut antara lain pembagian area usaha distribusi, badan penyangga gas hingga infrastruktur yang dibutuhkan untuk pengembangan suatu daerah atau kawasan.
Pembagian area usaha distribusi ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih antara badan usaha satu dengan lainnya, sehingga tidak terjadi tumpang tindih pipa. Sementara badan penyangga gas dibutuhkan untuk mengatur harga gas. Namun konsep dan siapa yang akan menjadi badan penyangga sampai saat ini masih dalam pengkajian. (Baca : Syarat Menjadi Badan Penyangga Gas Harus BUMN)
Selain Peraturan Presiden, pemerintah juga tengah mengatur tata kelola gas bumi dengan merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 tahun 2009 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 tahun 2015. Kedua aturan tersebut nantinya akan digabung. “Kita sedang menata pengelolaan gas, penerimaan negara akan diturunkan, kemudian aturan harga transmisi dan distribusi juga ditata,” ujar dia.
Namun rencana pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 tahun 2015 ditentang oleh Direktur IRESS Marwan Batubara. Menurut dia aturan tersebut sudah sangat ketat untuk meminimalkan trader gas yang hanya bermodal kertas.
Dalam beleid tersebut, salah satu pasalnya menyebut penyaluran gas bumi kepada enam prioritas pengguna gas bumi hanya bisa dijalankan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dalam aturan tersebut juga mengatakan gas yang dialokasikan tidak dapat diniagakan kembali selain kepada pengguna akhir dari enam pengguna prioritas tadi. “Pemerintah cenderung mendengarkan suara trader yang sejak semula menolak aturan ini,” ujar dia. (Baca : Trader Ancam Gugat Aturan Menteri ESDM Soal Alokasi Gas).
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR yang membawahi bidang energi, Kurtubi, menganggap upaya memperbaiki tata kelola gas tidak akan berhenti setelah terbitnya Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri. Menurut dia, revisi Undang-Undang Migas bisa menjadi pintu masuk untuk memperbaiki peraturan mengenai tata kelola migas saat ini. Sebab, Kurtubi menilai tata kelola gas nasional yang dijalankan sesuai UU Migas No. 22/2001 telah menyimpang dari konstitusi. Seharusnya hak pengelolaan gas harus diberikan kepada BUMN yang sepenuhnya dimiliki oleh negara.
Di sisi lain, untuk mengurangi trader yang hanya bermodalkan kertas, dia menyarankan agar pipa gas dibangun oleh negara. “Pipa milik negara, tidak boleh diberikan ke swasta,” ujar dia. (Baca : Tanpa Infrastruktur,Swasta Tak Dapat Alokasi Gas).