Maroef Mangkir, DPR Tolak Bahas Perpanjangan Kontrak Freeport
KATADATA - Semestinya, Maroef Sjamsuddin hadir di Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, hari ini. Sayang, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia ini tak datang memenuhi panggilan Komisi VII itu. “Sedang tugas di luar negeri,” kata Ketua Komisi VII, Kardaya Warnika di gedung DPR Jakarta, Senin, 23 November 2015.
Karena Maroef tak datang, rapat Panitia Kerja Komisi pun dijadwal ulang. Komisi tidak mau membahas pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter serta renegosiasi perpanjangan kontrak Freeport tanpa kehadiran Maroef. Rencananya, Komisi akan menggelar kembali rapat kerja pada 1 Desember 2015.
Menurut mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (saat ini SKK Migas) itu, renegosiasi Freeport harus jelas. Dia menilai negosiasi ulang tidak sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Oleh karenya, DPR yang sedang merevisi beleid tersebut akan melibatkan pemerintah. “Pengalaman selama ini, UU Nomor 4 Tahun 2009 ada yang jalan, ada yang tidak. Misalkan, Freeeport dalam Kontrak Karya gak mau mengikuti,” ujar Kardaya.
Sementara itu, Vice President Legal Freeport Indonesia, Clementino Lamury, menyatakan Maroef sedang berada di Jepang. “Urusan smelter,” kata Clementino singkat. Ia tak mau berkomentar banyak terkait mangkirnya Maroef. (Baca juga: Peran Luhut dalam Transkrip Rekaman Kontrak Freeport).
Setali tiga uang, Vice President Corporate Communications Freeport Indonesia, Riza Pratama, pun tidak mau memberi informasi atas ketidakhadiran Maroef di Majelis Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat. Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara ini terseret pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang melibatkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dan pengusaha migas Muhamad Reza Chalid.
Awal pekan lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan dugaan pencatutan nama Joko Widodo dan Jusuf Kalla terkait skenario perpanjangan kontrak Freeport kepada Mahkamah Kehormatan. Dalam surat berkop Menteri ESDM perihal “Laporan Tindakan Tidak Terpuji Sdr. Setya Novanto” kepada pimpinan Mahkamah Kehormatan, Sudirman mengungkapkan Setya Novanto bersama Reza beberapa kali bertemu dengan pimpinan Freeport Indonesia Maroef Samsuddin.
Dalam pertemuan ketiga yang berlangsung pada 8 Juni lalu sekitar pukul 14.00 WIB, di Pacific Place, Jakarta, Setya diduga menjanjikan kelanjutan kontrak Freeport. Politikus Partai Golkar ini juga ditengarai meminta jatah saham pada proyek pembangkit listrik tenaga air Uru Muka di Kabupaten Mimika, Papua, yang berkapasitas satu gigawatt. (Baca pula: Kisruh Freeport, Ari Soemarno Bantah Terlibat Perang Antargeng).
Menanggapi hal tersebut, Riza Prarama membantah bahwa Freeport melakukan lobi-lobi dengan DPR. Menurut Riza, Freeport memang menginginkan renegosasi dilakukan secepatnya, lebih awal dari 2019, tak sesuai Peraturan Pemerintah. Namun dia menegaskan upaya percepatan tersebut tidak dengan cara melobi petinggi Dewan dan perantara Reza Chalid. “Gak, kami hanya negosiasi ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,” ujarnya.
Ia mengklaim Freeport telah menjalankan permintaan pemerintah untuk membuat smelter di Gresik dengan biaya US$ 155 juta. Hal itu dinilai sebagai bentuk keseriusan kepada pemerentah. Kemajuan teranyar yaitu proses analisa mengenai dampak lingkungan telah kelar, begitu pula basic engineering untuk pembangunan mesin itu.
Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi, Bambang Gatot Ariyono menyebutkan negosiasi yang terkait kewajiban penerimaan negara atas kontrak Freeport telah masuk ranah Kementerian Keuangan. “Kami sudah bicara untuk finalisasi kewajiban ini,” katanya.