Tiga Investor Tertarik Kerja Sama dengan Merpati
KATADATA ? Investor yang akan berniat menjadi mitra kerjasama operasional (KSO) dengan PT Merpati Nusantara Airlines mengerucut menjadi tiga investor. Sejak lima hari lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menemui sekitar 100 investor untuk diajak kerja sama dengan Merpati.
Menurut Dahlan tiga investor ini terlihat cukup serius untuk menjalin mitra KSO dengan Merpati. Namun, dia enggan menyebutkan tiga nama investor tersebut. Tiga investor ini masih akan diseleksi oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) sebagai pemegang saham.
Seleksi ini harus bisa selesai dalam 30 hari. Mengingat direksi Merpati harus segera membuat rencana bisnis (business plan), agar bisa mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dalam rencana bisnis tersebut, setidaknya harus ada satu nama investor yang menjadi mitra KSO Merpati.
"Kami lakukan untuk menempuh cara terakhir lewat PKPU. Karena tidak mungkin Merpati diselesaikan dengan tanggungan besar," ujarnya usai acara 'Syukuran dan peresmian Logo Baru PT Asuransi Jiwasraya (Persero)' di Jakarta, tadi malam.
Hingga saat ini beban utang merpati mencapai Rp 7 triliun. Jika proses PKPU tidak segera dilaksanakan, maka potensi tanggungan keseluruhan Merpati akan mencapai Rp 15 triliun. Menurut Dahlan, beban utang Rp 15 triliun itu sudah tidak realistis. Karena uang sebesar itu bisa untuk membuat tiga maskapai baru. (Baca: Pembayaran Gaji Karyawan Merpati Dibebankan ke Pemerintah Baru)
Mekanisme PKPU menjadi jalan terakhir untuk menyelesaikan utang Merpati, setelah sebelumya menemui jalan buntu. Aset-aset maskapai yang menguasai penerbangan perintis ini tidak bisa diharapkan untuk membayar utang.
Awalnya Dahlan berharap bisa memperkecil utang Merpati melalui anak usahanya Merpati Maintenance Facility (MMF). Namun hal itu juga tidak bisa dilakukan, karena seluruh dokumen aset milik MMF sudah dijadikan agunan oleh manajemen Merpati.
Penjualan asset lain seperti pesawat juga tidak bisa dilakukan, karena asset tersebut juga sudah dijadikan agunan. Sehingga harapan untuk memperoleh tambahan dari penjualan aset yang hanya mencapai Rp 200 miliar pun tidak ada yang bisa dilakukan.
Sementara rencana lain yang sudah disiapkan untuk memperkecil kerugian, adalah dengan pemutihan kerugian atau kuasi reorganisasi senilai Rp 7,2 triliun. Tapi hal ini juga tetap tidak bisa dilakukan, karena sejak 2012, sudah tidak boleh lagi melakukan kuasi reorganisasi.