APBD-nya Terbesar, Mengapa DKI Jakarta Tak Ada Dana Lagi untuk Bansos?
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak mampu menyalurkan bantuan sosial bagi 1,1 juta warganya terdampak pandemi corona lantaran tak memiliki dana. Pemerintah pusat terpaksa turun tangan mengambil alih tanggung jawab itu.
“Kemarin kami dapat laporan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, DKI yang tadinya cover 1,1 juta warga tidak ada anggaran lagi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi XI DPR melalui konferensi video pada Rabu lalu (6/5).
Pemerintah pusat akan menyalurkan bansos untuk 1,1 juta orang itu plus sisa 3,6 juta warga Jakarta yang belum mendapatkannya. Dengan begitu maka terdapat kebutuhan tambahan anggaran. “Jadi, saat ini sedang dilakukan alokasi besar-besaran,” ucapnya.
(Baca: Sri Mulyani Ungkap Pemprov Jakarta Tak Punya Lagi Dana untuk Bansos)
Kesulitan keuangan mulai dirasakan oleh pemerintah provinsi ibu kota. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya mengatakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun ini turun 53% terimbas pandemi Covid-19.
Melansir dari Kompas.com, APBD yang nilai awalnya Rp 87,95 triliun itu akan terpangkas lebih separuhnya. Kegiatan ekonomi yang melemah membuat penerimaan pajak yang menjadi pendapatan utama Jakarta ikut anjlok.
Namun, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan dana untuk penanganan virus corona sebesar Rp 5 triliun. Angkanya naik dari sebelumnya yang hanya Rp 3 triliun. Anggaran ini untuk tiga sektor, yaitu penanganan kesehatan, dampak ekonomi, dan jaring pengaman sosial, termasuk bansos.
"Pemprov DKI Jakarta telah menyediakan anggaran dalam bentuk belanja tidak terduga sebesar Rp 5,032 triliun dalam rangka penanganan Covid-19," kata Anies dalam keterangan pers kemarin, dikutip dari Liputan6.com
Untuk bansos, pemprov telah menyediakannya untuk tahap pertama. Sebanyak 1,2 juta paket sembako telah tersalurkan. Anies sempat menyebut hanya 1,6% yang tidak tepat sasaran. Untuk pendistribusian tahap kedua, masih dalam proses pendataan yang dilakukan oleh unsur RT dan RW.
(Baca: Positif Corona di DKI Jakarta Bertambah 66 Kasus jadi 4.775 Orang)
Pemasukan Seret, APBD DKI Jakarta Diperkirakan Defisit Rp 4 Triliun
Salah satu penyebab DKI Jakarta kesulitan keuangan karena pemerintah pusat masih memiliki utang kepada pemprov dalam wujuh dana bagi hasil (DBH). Awalnya, dana perimbangan ini Rp 6 triliun, lalu turun Rp 5,2 triliun. Kementerian Keuangan akhirnya menyanggupi jadi Rp 2,6 triliun.
“Kalau pemerintah pusat memenuhi dana perimbangan DKI Jakarta sesuai target dan on-time, saya rasa enggak akan kesulitan (penyaluran dana bansos),” kata Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono kepada CNNIndonesia.com.
Keuangan DKI Jakarta saat ini hanya cukup untuk menggaji aparatur sipil negara (ASN), serta bansos. Di sisi lain, pemasukannya pun seret. Pemprov tidak bisa menerbitkan pinjaman daerah dan pendapatan asli daerah (PAD) juga turun dampak dari pandemi Covid-19.
(Baca: Terdampak Corona, Pemohon Bansos Jawa Barat Melonjak Tiga Kali Lipat)
APBD DKI 2020 diprediksi akan mengalami defisit. Asisten Kesejahteraan Rakyat DKI Jakarta Catur Laswanto mengatakan kebutuhan belanja ibu kota masih sekitar Rp 51 triliun. Dengan anggaran tersisa Rp 47 triliun, maka akan terjadi defisit Rp 4 triliun.
“Anggaran Pemprov DKI saat ini sangat-sangat menurun,” kata Catur dalam rapat virtual dengan Komisi E DPRD DKI Jakarta pada Rabu lalu.
Pemprov telah melakukan sejumlah efisiensi dalam belanja pegawai. Tunjangan kinerja daerah (TKD) telah dipangkas, begitu pula dengan penghapusan tunjangan hari raya (THR). “Kemungkinan TKD dipotong 50%, THR kemungkinan THR dan gaji ke-13 tidak dibayarkan,” ucapnya.
Para pejabat juga tidak menerima lagi uang transportasi. Seluruh penyesuaian ini masih dilakukan pembahasan dan akan dilakukan untuk gaji Mei 2020.
Penyesuaian belanja itu berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 119/2813/SJ Nomor 177/KMK.07/2020. Pemerintah melakukan efisiensi untuk penangan virus corona sambil menjaga daya beli masyarakat dan perekonomian nasional.
(Baca: Sri Mulyani Racik Skema Bantuan Usaha untuk Pedagang Bakso)
DKI Jakarta sebenarnya memiliki APBD terbesar dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia. PAD-nya pun selalu yang paling tinggi, seperti terlihat pada grafik Databoks berikut ini.
Data Badan Pusat Statistik menyebut besaran produk domestik regional bruto (PDRB) DKI Jakarta dari sisi lapangan usaha pada 2019 mengandalkan tiga sektor, yaitu perdagangan (17,14%), industri (12,21%), dan konstruksi (11,61%).
Namun, ketidakpastian kapan pandemi Covid-19 berlalu membuat tiga sektor itu diprediksi melambat. Konsumsi saat ini melemah karena banyak orang melakukan aktivitas di rumah. Hal tersebut menyebabkan permintaan dan produksi pun ikut anjlok.
(Baca: Jokowi Janjikan Seluruh Bansos Diterima Warga Pekan Ini)