Pramono Anung: Secara Hukum, DKI Jakarta Masih Ibu Kota Negara
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan, hingga saat ini DKI Jakarta masih menjadi Ibu Kota Negara secara hukum. Hal tersebut sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Itulah sebabnya, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur) masih menyebut Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Penjelasan DKI Jakarta masih menjadi pusat pemerintahan muncul di Pasal 9 Perpres Nomor 60 Tahun 2020.
"Sehingga pengaturan tata ruangnya harus mengakomodasi atau memelihara kondisi fungsi eksisting DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dan pusat pemerintahan tersebut," kata Pramono dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/5).
Meski demikian, ia tak memastikan apakah dalam lima tahun ke depan DKI Jakarta tetap menjadi Ibu Kota Negara. Pasalnya, Perpres Nomor 60 Tahun 2020 tak menyinggung perihal tersebut sama sekali.
Lagipula, pemerintah telah menentukan bahwa Ibu Kota Negara akan dipindah ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Perpindahan tersebut rencananya dilakukan pada tahun 2024.
Adapun, keluarnya Perpres Nomor 60 Tahun 2020 merupakan amanat UU Nomor 26 tahun 2007, yang menyebutkan tata ruang Jabodetabek-Punjur harus ditinjau secara berkala. Sebab, melalui UU tersebut, kawasan Jabodetabek-Punjur ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional, yang harus ditinjau setiap lima tahun.
(Baca: Jokowi Terbitkan Perpres, Jakarta Masih Jadi Ibu Kota Negara)
Selain menjadi pusat pemerintahan, DKI Jakarta juga kembali ditetapkan sebagai pusat perekonomian dan jasa skala internasional, nasional, dan regional. Serta mendorong perkotaan sekitarnya yang berada dalam kawasan Jabodetabek-Punjur untuk mendukung kegiatan perkotaan inti.
Beleid tersebut juga mendorong pengembangan kawasan perkotaan di sekitar DKI Jakarta sesuai peran dan fungsinya masing-masing. Hal ini tertuang dalam Pasal 9 huruf C Perpres Nomor 60 Tahun 2020.
"Meningkatkan keterkaitan kawasan perkotaan inti dan kawasan perkotaan di sekitarnya dalam rangka mendukung keterpaduan peran dan fungsi antara kota inti dan kota sekitarnya melalui penyediaan infrastruktur yang terintegrasi," bunyi Pasal 9 Huruf C beleid tersebut.
Perpres tersebut juga mendorong terselenggaranya pengembangan kawasan yang berdasar atas keterpaduan antar daerah, sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan.
Adapun, pengendalian perkembangan kawasan perkotaan inti untuk membatasi penjalaran pertumbuhan ke kawasan sekitarnya dilakukan dengan cara mengembangkan konsep kota kompak di kawasan perkotaan inti.
(Baca: Sri Mulyani Cairkan Piutang DBH DKI Jakarta Rp 2,6 Triliun)
Cara lain yang dilakukan adalah, meningkatkan pembangunan perumahan vertikal di kawasan perkotaan inti dan menyebarkan beberapa fungsi dan peran lain ke kawasan perkotaan di sekitarnya sesuai potensi yang dimiliki.
Pada Pasal 21, Perpres tersebut mengatur tentang pusat kegiatan di kawasan perkotaan inti, yang ditetapkan sebagai pusat kegiatan-kegiatan utama dan pendorong pengembangan kawasan perkotaan di sekitarnya.
Bentuk kegiatannya adalah, pusat pemerintahan dan kawasan diplomatik, pusat perdagangan dan jasa skala internasional, nasional, dan regional serta pusat pelayanan pendidikan tinggi.
Ada pula pusat pelayanan olahraga skala internasional, nasional, dan regional, pusat pelayanan kesehatan skala internasional, nasional, dan regional. Kemudian, pusat kegiatan industri kreatif serta pusat pelayanan transportasi laut internasional dan nasional.
Selain itu, DKI Jakarta juga menjadi pusat pelayanan transportasi udara internasional dan nasional, serta pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang dan angkutan barang regional.
Termasuk pula, pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara, pusat kegiatan pariwisata dan pusat kegiatan pertemuan, pameran, serta sosial dan budaya.
(Baca: APBD-nya Terbesar, Mengapa DKI Jakarta Tak Ada Dana Lagi untuk Bansos?)