Ahli Epidemiologi Peringatkan Risiko Tinggi Mal dan Sekolah Buka Juni
Pemerintah membuat skenario akan membuka kembali fasilitas umum, seperti mal atau pusat perbelanjaan pada 8 Juni dan sekolah pada 15 Juni. Ahli epidemiolog menilai belum saatnya pemerintah membuka aktivitas publik karena masih tingginya risiko penularan virus corona atau Covid-19 di Indonesia.
Epidemiolog dari Universitas Padjajaran Bandung Panji Fortuna Hadisoemarto mengatakan, setiap satu kasus Covid-19 yang aktif dapat menjadi sumber penularan.
"Ibaratnya, orang yang menularkan Covid-19 seperti api, sedangkan orang yang rentan seperti bensin. Saat ini api dan bensinnya masih banyak. Jadi tidak bisa membuka aktivitas ekonomi," kata Panji dalam sebuah webinar LaporCovid19, Senin (11/5).
(Baca: Skenario Mal Dibuka Juni, Pengusaha Siapkan Protokol Kesehatan Ketat)
Panji mengatakan aktivitas sosial dan ekonomi bisa dibuka dengan aman bila kasus positif Covid-19 sudah menurun. Sebagai gambaran, Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) menyebutkan Amerika Serikat dapat kembali membuka aktivitas masyarakat bila setiap negara bagian memiliki 1 kasus aktif covid-19 per 1 juta penduduk.
Berkaca dari IHME, Panji menilai aktivitas masyarakat di DKI Jakarta dapat dibuka bila jumlah kasus aktif Covid-19 hanya sebanyak 10 kasus. Meski begitu, pemerintah perlu mempertimbangkan faktor lainnya seperti rasio tes Covid-19 yang rendah serta kasus Orang Tanpa Gejala (OTG). "Jadi sangat berisiko untuk kembali ke aktivitas normal," ujar dia.
(Baca juga: Warganet Soroti Kerumunan Penutupan McDonald's Sarinah di Tengah PSBB)
Ia pun menilai semakin aktivitas masyarakat dibuka, pengawasan harus semakin ketat. Sebab, pendeteksian kasus perlu sedini mungkin untuk menekan penularan virus corona.
Koalisi Warga untuk LaporCovid19 Irma Hidayana mengatakan, pihaknya masih menemukan kenaikan jumlah kasus dan kematian akibat corona. Ia pun mengatakan, LaporCovid19 rutin memasukkan data besaran sebaran serta magnitudo COVID-19 secara harian.
"Atas relaksasi wacana pelonggaran PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), kami sangat sedih karena kami melihat angka kasus masih terus naik," kata dia.
Pemerintah, kata dia, perlu mengacu pada data dalam menentukan pelonggaran PSBB. Permenkes No. 9 Tahun 2020 tentang PSBB mensyaratkan perlunya bukti ilmiah untuk menilai keberhasilan pelaksanaan PSBB dalam menurunkan jumlah kasus baru, sebelum memutuskan pelonggaran.
(Baca: Satgas Covid-19: Pekerja di Bawah 45 Tahun Akan Bekerja di Luar Rumah)
Epidemiolog dan Peneliti Eijkman-Oxford Clinical Research Unit Iqbal Elyazar berharap, pemerintah dapat membuat kebijakan berbasis ilmu sains dan kondisi di lapangan. Ia juga meminta pemerintah menyusun dampak dari kebijakan yang dipilih. "Perlu ada penjelasan, kalau kebijakan itu diambil, berapa jumlah kenaikan kasusnya," katanya.
Rencana dibukanya mal hingga sekolah berdasarkan kajian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mengenai awal pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi virus corona. Dalam kajian tersebut, terlihat pemerintah sudah menyusun lima fase pemulihan ekonomi dengan asumsi waktu pelaksanaan atau timeline.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengungkapkan, informasi yang beredar merupakan kajian awal yang selama ini intensif dibahas pemerintah. Dalam skenario tersebut, pemerintah mulai mengizinkan toko, pasar dan mal untuk buka dengan syarat diterapkan protokol kesehatan yang ketat. Skenario tersebut berlaku pada fase kedua, 8 Juni 2020.
Adapun, protokol yang dimaksud antara lain, pembatasan shift, menetapkan standar untuk melayani konsumen, serta tidak memperbolehkan toko dalam keadaan ramai.
Fase ketiga, dimulai 15 Juni 2020, pemerintah mengizinkan pembukaan toko, pasar dan mal seperti fase kedua. Ditambah dengan evaluasi terkait pembukaan usaha dengan kontak fisik, seperti salon dan spa.
Pada fase ini, pemerintah juga mengizinkan pembukaan pusat-pusat kebudayaan seperti museum, dengan syarat pembatasan jarak. Kemudian, sekolah sudah mulai dibuka dengan sistem shift sesuai jumlah kelas.
(Baca: Peneliti Tiongkok Temukan Jejak Virus Corona pada Sperma)