Peluang Berzakat di Bulan Ramadan untuk Penanggulangan Covid-19
Bulan Ramadan menjadi waktu yang wajib bagi umat muslim membayar zakat fitrah. Jumlahnya setara dengan 2,5 kilogram beras untuk setiap orang yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.
Selain zakat fitrah, banyak juga yang mengeluarkan zakat harta benda atau zakat mal pada bulan suci. Presiden Joko Widodo misalnya, membayarkan zakat mal pada Selasa, 12 Mei 2020 lalu yang bertepatan dengan tanggal 19 Ramadan 1441 hijriyah. Pembayaran zakat Jokowi dilakukan melalui Badan Amil Zakat Nasional atau Baznas secara online.
Dikutip dari laman Baznas, zakat mal dibayarkan atas harta berupa uang, emas, surat berharga, dan aset yang disewakan. Zakat mal harus sudah mencapai nishab atau batas minimum, terbebas dari utang, sumber hartanya halal, dan kepemilikan telah mencapai haul atau 1 tahun.
Nishab zakat mal sebesar 85 gram emas (mengikuti harga buy back emas pada hari di mana zakat akan ditunaikan). Sedangkan jumlah zakat yang harus dikeluarkan senilai 2,5% dari harta.
Sebagai contoh, harga emas buy back Antam hari ini adalah Rp 822 ribu per gram. Maka batas minimum harta yang harus dikeluarkan zakat mal-nya adalah Rp 822 ribu x 85 = Rp 69.870.000.
(Baca: Enam Aplikasi untuk Bayar Zakat Secara Online)
Dengan mayoritas penduduk muslim, potensi zakat mal di Indonesia sebenarnya cukup besar. Indikator Pemetaan Potensi Zakat (IPPZ) dan Outlook Zakat Indonesia 2019 Baznas, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 233,8 triliun pada 2019.
Angka tersebut didapat dari lima objek zakat, yaitu pertanian (Rp 19,79 triliun), peternakan (Rp 9,51 triliun), uang (Rp 58,76 triliun), perusahaan (Rp 6,71 triliun), dan penghasilan (Rp 139,07 triliun). Meski, jumlah zakat yang disalurkan melalui Baznas tahun lalu baru sekitar Rp 8,1 triliun.
Ke Mana Zakat Disalurkan?
Ada delapan golongan yang berhak menerima zakat atau asnaf, yaitu muslim yang fakir, miskin, amil atau petugas zakat, mualaf atau mereka yang baru masuk Islam, orang yang terlilit hutang, kemudian budak, ibnu sabil, dan atau fisabilillah atau orang yang berjuang di jalan Allah.
Dalam situasi pandemi seperti ini, bolehkah zakat disalurkan untuk penanggulangan Covid-19? Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan Fatwa Nomor 23 Tahun 2020, yang mengatur tentang pemanfaatan zakat, infaq dan shodaqoh.
(Baca: Pembayaran Zakat di GoPay Melonjak Dua Kali Lipat Sejak Pandemi)
"Fatwa tersebut disusun untuk menghadirkan pranata agama sebagai solusi yang dihadapi oleh umat dan bangsa, guna mencegah, menangani dan juga menanggulangi Covid-19, serta dampak lanjutannya, baik dampak kesehatan, dampak sosial, maupun dampak ekonomi,” kata Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Ni’am Sholeh dalam konferensi video di Jakarta, Senin (18/5).
Zakat, menurutnya, merupakan sebagai ibadah mahdhoh, yakni simbol ketaatan umat muslim kepada Allah, yang bersifat vertikal. Di sisi lain, zakat juga memiliki fungsi untuk menjamin keadilan sosial, menjadi solusi atas permasalahan ekonomi, dan juga sosial.
Atas dasar itu, zakat boleh dimanfaatkan untuk kepentingan penanggulangan pandemi Covid-19. Sebab, salah satu dampak pandemi virus corona yang juga memerlukan penanganan selain aspek kesehatan adalah aspek ekonomi.
"Oleh karena itu Komisi Fatwa MUI menegaskan, bahwa zakat boleh dimanfaatkan untuk kepentingan penanggulangan wabah Covid-19, dan dampaknya, tentunya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada,” kata Asrorun.
Kemudian, ia menjelaskan bahwa distribusi zakat dapat disalurkan dalam bentuk uang tunai, makanan pokok, keperluan pengobatan, atau hal lain yang sangat dibutuhkan oleh mustahik atau penerima zakat. Bahkan, pemanfaatan harta zakat juga boleh bersifat produktif, seperti untuk modal kerja bagi orang miskin pemilik Usaha Mikro, Kecil, Mengah (UMKM) yang terdampak wabah.
Selanjutnya, apabila didistribusi untuk kepentingan kemaslahatan umum, maka hal itu dimungkinkan dengan mengambil salah satu di antara delapan golongan yang berhak menerima zakat. “Yaitu asnaf fisabilillah atau mereka yang berjuang di jalan Allah, pemanfaatan dalam bentuk aset kelolaan atau layanan bagi kemaslahatan umum,” ujar Asrorun.
Adapun bentuk kemaslahatan penerima zakat di antaranya meliputi penyediaan alat pelindung diri untuk kepentingan tenaga medis, disinfektan, hingga berbagai kebutuhan relawan kemanusiaan dalam penanggulangan wabah.