Target Turunkan Emisi Karbon 26%, Jokowi Minta Jajarannya Konsisten
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan jajarannya terus menjalankan program pemulihan lingkungan, untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Sebagai catatan, Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebanyak 26% pada 2020.
Pada 2030, target penurunan emisi gas rumah kaca tersebut naik menjadi 29% dengan usaha sendiri. Jika ada bantuan dari internasional, pemerintah diwajibkan menurunkan gas rumah kaca hingga 41%.
Perinciannya, penurunan emisi gas rumah kaca di sektor kehutanan ditargetkan sebesar 17,2%, di sektor energi sebesar 11%, dan di sektor pengolahan limbah sebesar 0,32%. Selain itu, pemerintah juga menargetkan emisi gas rumah kaca di sektor pertanian turun 0,13%, serta di sektor industri dan transportasi ditargetkan turun 0,11%.
"Kita harus terus konsisten menjalankan program pemulihan lingkungan untuk menurunkan gas rumah kaca," kata Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/7).
Menurutnya, seluruh tahapan dan regulasi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca harus diselesaikan. Instrumen pendanaan termasuk insentif bagi para pemangku kepentingan juga perlu dikaji kembali.
Presiden juga mengingatkan para jajarannya, untuk memastikan pengaturan karbon membawa dampak signifikan bagi penurunan gas rumah kaca sebesar 26% pada 2020 dan 29% pada 2030.
Selain itu, Jokowi juga meminta agar program perlindungan gambut serta percepatan rehabilitasi hutan dan lahan terus dilanjutkan. Program perlindungan biodiversitas pun harus dipastikan berjalan di lapangan. Ia lantas mengingatkan, agar pemerintah mewaspadai kebakaran hutan dan lahan pada saat ini.
(Baca: Norwegia Bayar Rp 812,86 Miliar ke RI karena Turunkan Emisi Karbon)
"Saya ingin titip hati-hati kebakaran hutan dan lahan. Ini sudah masuk ke musim panas," ujarnya.
Kepala Negara juga menginstruksikan program pengembangan biodiesel, mulai dari B30, B50, hingga B100 harus terus dilanjutkan. Seiring dengan itu, ia ingin jajarannya tetap mengembangkan program energi surya dan angin.
Sebagai informasi, program penurunan gas rumah kaca merupakan kerja sama Indonesia dan Norwegia. Kelanjutan kerja sama kedua negara terselenggara dalam Joint Consultation Group (JCG), secara semi-virtual di Kementerian Luar Negeri, pada Kamis (2/7).
Kesepakatan utama pada pertemuan JGC tersebut terkait penegasan penyaluran dana REDD+ dari Norwegia, dengan skema result-based payment (RBP) dengan harga US$ 5 per ton CO2. Dana tersebut akan disalurkan melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), yang berada di bawah koordinasi Kementerian Keuangan.
Pemerintah Norwegia sebelumnya sudah membayar 530 juta krona atau sekitar Rp 812,86 miliar kepada Indonesia. Hal ini karena Indonesia berhasil menurunkan gas buang atau emisi karbon penyebab pemanasan global.
Ini pertama kalinya Norwegia membayar Indonesia karena menurunkan emisi karbon. Uang ini merupakan pembayaran berbasis hasil, sebagaimana isi kerja sama REDD++ yang telah berlangsung selama 10 tahun terakhir.
(Baca: Pandemi Corona Dinilai Momentum Tepat untuk Menerapkan Pajak Karbon)