Mahfud MD: Malu Kalau Negara Dipermainkan Joko Tjandra
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD kembali memerintahkan Polri, Kejaksaan Agung segera menangkap Joko Sugiarto Tjandra. Joko merupakan terpidana kasus korupsi Bank Bali yang telah buron sejak 2009.
Ia meminta Kemenkumham bersama Kemendagri mendukung upaya penangkapan Joko dari sisi dokumen kependudukan dan keimigrasian. Kantor Staf Presiden juga diminta mendukung melalui sejumlah instrumen administrasi. Perintah itu disampaikan saat bertemu dengan perwakilan dari lima kementerian/lembaga tersebut di kantornya, Rabu (8/7) malam.
“Karena bagaimanapun malu negara ini kalau dipermainkan oleh Joko Tjandra,” kata Mahfud.
Mahfud meyakini jika Polri dan Kejaksaan Agung sebenarnya mampu menangkap Joko yang kini sedang mengajukan peninjauan kembali kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, dia menilai hal tersebut bukanlah perkara yang sulit.
Menurut Mahfud, Polri dan Kejaksaan Agung sebenarnya dapat dengan mudah mengendus keberadaan Joko “Kalau .enggak bisa, keterlaluan,” kata Mahfud.
(Baca: Mahfud Perintahkan Jaksa Agung Tangkap Buron Joko Tjandra)
Ia pun berencana mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor yang terdiri dari pimpinan dari Polri, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham. Hal tersebut bakal dilakukan dengan memperpanjang Instruksi Presiden tentang Tim Pemburu Koruptor yang pernah ada.
“Mungkin dalam waktu yang tidak lama Tim Pemburu Koruptor ini akan membawa orang juga. Pada saatnya akan memburu Joko Tjandra,” kata Mahfud.
Joko diseret ke pengadilan pada 2000 atas kasus korupsi Bank Bali. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat itu memutuskan Joko lepas dari segala tuntutan karena perbuatannya tersebut bukanlah tindak pidana, melainkan perdata.
(Baca: Cari Buron Joko Tjandra, Mahfud Bakal Panggil Polri hingga Kejagung)
Kejaksaan Agung pada Oktober 2008 kemudian mengajukan PK kasus tersebut. Pada Juni 2009, Mahkamah Agung menerima PK yang diajukan Korps Adhyaksa dan menjatuhkan hukuman penjara dua tahun kepada Joko, selain denda Rp 15 juta.
Sebelum hukuman tersebut dieksekusi, Joko kabur ke luar negeri sehingga dirinya ditetapkan sebagai buronan. Dia diduga telah melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini.
Pada tahun ini, Joko diketahui telah kembali ke Indonesia untuk mengajukan kembali PK kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia bahkan sempat membuat KTP elektronik secara kilat di Grogol, Jakarta.
Namun, keberadaan Joko tak terendus oleh aparat penegak hukum. Polri dan Kejaksaan Agung hingga kini masih belum mampu menangkapnya.