Hasil Studi: PKH dan Bantuan Sembako Tak Tepat Sasaran Terganjal Data

Dimas Jarot Bayu
17 Juli 2020, 14:13
riset SMERU, sumber data, program PKH, bansos, program keluarga harapan, kartu sembako
ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/pras.
Ilustrasi. Hingga 17 Juni 2020, realisasi program keluarga harapan telah mencapai 51% dari alokasi yang dianggarkan sebesar Rp 37,4 triliun.

Lembaga riset SMERU menyebut sumber data dalam program keluarga harapan dan sembako masih bermasalah lantaran belum termutakhirkan. Hal ini membuat penyaluran bantuan-bantuan sosial belum tepat sasaran.

"Data-data tersebut indikasinya belum valid, belum termutakhirkan," kata peneliti SMERU Research Institute Hastuti dalam diskusi virtual, Jumat (17/7).

Hastuti menjelaskan, banyak data yang tidak valid sehingga ada penerima manfaat yang sebenarnya tidak layak mendapatkan PKH ataupun sembako. Sebaliknya, ada keluarga miskin yang tidak tercakup ke dalam dua program tersebut.  "Bahkan di sebagian lokasi dinyatakan cukup besar," kata Hastuti.

Persoalan data ini salah satunya disebabkan belum rutinnya pemutakhiran data di lapangan. Dari hasil studi SMERU, ada pemutakhiran data yang belum terakomodasi dengan baik.

Selain itu, tahapan verifikasi data keluarga penerima manfaat untuk program PKH dan sembako perluasan masih buruk. Ini karena tahapan verifikasi data berubah di bagian akhir selama masa pandemi corona. Seharusnya, tahap verifikasi data dilakukan sebelum penetapan KPM.

"Sekarang itu pelaksanaan dilakukan setelah pencetakan kartu keluarga sejahtera," kata Hastuti.

(Baca: Survei: 38,7% Masyarakat Nilai Bansos Covid-19 Belum Tepat Sasaran)

Hastuti pun menilai ada kecenderungan verifikasi data hanya dilakukan sebagai formalitas. Verifikasi hanya dilakukan untuk melihat kesesuaian dokumen dengan data yang tertera dalam daftar KPM. Bahkan, ada kecenderungan verifikasi data hanya untuk pengumpulan berkas dalam program PKH.

"Karena keluarga PKH itu harus kumpulkan beberapa berkas sebelum bisa memperoleh bantuan dan untuk mengecek kesesuaian komponen," kata Hastuti.

Selain persoalan tersebut, SMERU mencatat adanya keterlambatan dalam penyaluran bantuan PKH dan sembako. Kedua bantuan tersebut seharusnya dilakukan pada April 2020, tetapi baru dilakukan bulan berikutnya.

Ia bahkan menyebut ada satu wilayah di Jakarta yang penyaluran PKH dan sembako perluasannya baru bisa pada pekan pertama Juni 2020. "Kalau dalam kondisi normal, keterlambatan itu biasa, tapi di masa pandemi corona ketika masyarakat membutuhkan bantuan segera, ini sangat berarti bagi masyarakat," kata dia.

Atas dasar itu, SMERU merekomendasikan pemerintah untuk bisa memperkuat komitmen pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Hal ini dapat dilakukan dengan penyediaan payung hukum, sumber daya manusia, dan anggaran yang memadai untuk melakukan pemutakhiran data.

Kementerian Sosial juga perlu membangun sistem yang responsif terhadap pemutakhiran DTKS yang dilakukan oleh pemerintah daerah. "Juga perlu dibangun sistem koordinasi antarpengelola program perlindungan sosial, terutama dalam penargetan," katanya.

Hingga 17 Juni 2020, realisasi program keluarga harapan telah mencapai 51% dari alokasi yang dianggarkan sebesar Rp 37,4 triliun. Sementara kartu sembako sebesar 39,5% dari alokasi yang sebesar Rp 43,6 triliun seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.

(Baca: Tiga Saran Bank Dunia untuk Pemulihan Ekonomi RI dari Dampak Pandemi)

BLT Dana Desa

Sementara itu, SMERU menilai penyaluran bantuan langsung tunai dari dana desa sudah cukup baik. Ini karena pihak desa cukup hati-hati memastikan ketepatan sasaran dalam menyalurkan BLT dana desa.

"Dari BLT dana desa, desa cukup mampu menentukan penerima sasaran. Penyaluran dana desa juga dilakukan secara transparan dan partisipatif," kata peneliti SMERU Research Institute Asep Kurniawan.

Asep mengatakan, kehati-hatian desa dalam penyaluran BLT dana desa tak semata karena patuh terhadap regulasi. Mereka juga punya kepentingan untuk menjaga kepercayaan publik. Pihak desa ingin menghindari kecemburan sosial di tengah masyarakat.

"Lalu mereka lakukan seleksi sebaik mungkin agar tidak disalahkan masyarakat," katanya.

Pihak desa juga membuka partisipasi masyarakat dalam menyeleksi calon penerima BLT dana desa. Sudah banyak desa menyiapkan kelembagaan secara baik. Apalagi, ada Relawan Desa Lawan Covid-19 yang membantu penyaluran BLT dana desa pada saat ini.

Penyaluran BLT dana desa yang cukup baik pun dinilai karena mereka sudah belajar menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan. Hal tersebut, dimulai semenjak adanya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

(Baca: Ekonomi Terpukul Corona, Penduduk Miskin RI Bertambah Jadi 26,43 Juta)

Sebagai informasi, studi SMERU ini dilakukan menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara via telepon sejak 4-18 Mei 2020. 

Penelitian terkait PKH dan bantuan sembako dilakukan di lima kabupaten/kota, yakni Kabupaten Bekasi, Kabupaten Badung, Kota Kupang, Kota Jakarta Timur, dan Kabupaten Marus. Informan dalam penelitian ini mulai dari pejabat di tingkat kabupaten/kota hingga masyarakat.

Sedangkan penelitian terkait dana desa dilakukan di 32 desa yang tersebar di 16 kabupaten/kota di 10 provinsi. Informan dalam penelitian ini mulai dari kepala desa, tokoh masyarakat, pendamping desa, hingga calon penerima manfaat BLT dana desa. 

Sekadar informasi, BLT dana desa yang sudah tersalurkan hingga 4 Juli 2020 mencapai Rp 8,3 triliun. Secara rinci, BLT dana desa sudah tersalurkan kepada 7,59 juta keluarga di 71.395 desa dengan besaran Rp 4,56 triliun pada bulan pertama.

Pada bulan kedua, BLT dana desa tersalurkan kepada 4,9 juta keluarga di 49.137 desa dengan nilai Rp 2,9 triliun. Pada bulan ketiga, BLT dana desa tersalurkan kepada 1,2 juta keluarga di 13.822 desa dengan nilai Rp 752 miliar.

Reporter: Dimas Jarot Bayu
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...