Serikat Buruh Tolak Hasil Tim Tripartit RUU Ciptaker
Tim Tripartit Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja telah rampung membahas kluster ketenagakerjaan. Dalam pembahasannya, tuntutan buruh hanya akan menjadi rekomendasi dan tidak masuk dalam perubahan pasal-pasal mengenai ketenagakerjaan.
Pemerintah akan menyerahkan rekomendasi tuntutan buruh dan daftar inventarisasi masalah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. "Seluruh masukan dari tim tripartit ini akan dipergunakan sebagai rumusan penyempurnaan dari Draft RUU Cipta Kerja yang telah disampaikan ke DPR. Hasil rumusan penyempurnaan ini segera disampaikan ke DPR," kata Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dikutip dari Antara.
Tim Tripartit yang terdiri dari pemerintah, unsur pengusaha seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia, Kamar Dagang Indonesia serta serikat buruh menggelar sembilan kali pertemuan dalam rentang 8 Juli 2020-23 Juli 2020. Pembahasan yang disepakati oleh ketiga pihak ini hanya terkait Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Serikat buruh yang bergabung dalam tripartit adalah Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI). Adapun dua serikat buruh lainnya yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) keluar dari tim teknis itu.
KSPI menggelar demo ketika DPR mulai kembali membahas RUU Omnibus Law Ciptaker di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta pada Senin (3/8). Presiden (KSPI) Said Iqbal mengatakan poin-poin mendasar yang dinilai merugikan kaum buruh dari RUU Ciptaker belum terakomodir termasuk dalam pembahasan tim tripartit.
Aturan yang merugikan buruh dalam RUU Ciptaker yakni adanya penghapusan upah minimum, risiko pengurangan pesangon dengan menghilangkan uang penggantian hak dan penghargaan masa kerja.
Selain itu, penggunaan buruh outsorcing atau buruh kontrak seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan, waktu kerja yang eksploitatif dan menghapus beberapa jenis hak cuti buruh serta menghapus hak upah saat cuti. Potensi PHK sepihak pun akan lebih besar jika beleid ini telah disahkan.
Said mengatakan gelombang aksi massa untuk memprotes RUU Cipta Kerja tersebut akan terus berlangsung. Puncaknya akan dilakukan demonstrasi besar-besaran pada 14 Agustus mendatang bersamaan dengan Sidang Paripurna DPR RI.
Langkah itu terpaksa dilakukan karena Panitia Kerja Badan Legislasi (Panja Baleg) terlihat terus mengebut pembahasan meski menuai protes. Bahkan anggota dewan terkesan sangat memaksaka membahas beleid tersebut. Sebab, pembahasan omnibus law tetap dilakukan meskipun DPR sedang masa kunjungan pada konstituen (reses).
"Padahal omnibus law menyangkut kepentingan rakyat dan akan berdampak 30 hingga 40 tahun ke depan bagi Bangsa Indonesia,” kata Said.
Said mengatakan di tengah merebaknya pandemi virus corona sebaiknya DPR bersama pemerintah fokus menangani pencegahan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mengancam jutaan buruh. KSPI menunggu peta jalan (roadmap) dari Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian terkait strategi untuk mencegah darurat PHK massal.
Salah satu contohnya yakni pekerja di sektor tekstil dan garmen selama pandemi ini sudah 96.000 orang dirumahkan, sebagian besar tidak mendapatkan upah penuh. Dari data kSPI saat ini PHK sudah mencapai 100 ribu orang yang tersebar di 57 perusahaan.
"Untuk pekerja yang masih dalam proses PHK dan saat ini sedang dalam perudingan dengan serikat pekerja terjadi di 15 perusahaan," kata dia.
Berdasarkan data BPS pada Februari 2020, rata-rata upah buruh sebesar Rp 2,9 juta. Upah buruh laki-laki lebih tinggi, yakni sebesar Rp 3,2 juta, sedangkan perempuan Rp 2,5 juta. Berikut grafik Databoks rata-rata upah buruh berdasarkan jenjang pendidikan: