Jokowi Ingin Benahi Pariwisata, Pengusaha Hotel Minta Aneka Subsidi

Image title
6 Agustus 2020, 19:30
Ilustrasi. Pengusaha hotel dan restoran berharap mendapat subsidi dari pemerintah untuk sektor pariwisata. Apa saja?
ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/wsj.
Ilustrasi. Pengusaha hotel dan restoran berharap mendapat subsidi dari pemerintah untuk sektor pariwisata. Apa saja?

“Ada safety-nya enggak? Oh, ada. Begitu growing tidak akan ambil subsidi ini,” kata Yusran.

Lagi pula, kata Yusran, subsidi ini bisa membantu mengoptimalkan stimulus penjaminan modal korporasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang juga ditujukan ke sektor pariwisata untuk membantu arus kas. Sehingga, stimulus ini tidak terbuang percuma karena dari sisi permintaan juga terbantu.

“Kebiajakn pemulihan ekonomi nasional (PEN) melalui penjaminan melalui korporasi dan UMKM itu bagus, tetapi kalau tidak ada demand itu percuma, karena tidak ada pemasukan,” kata Yusran.

Yusran pun menekan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah untuk merealisasikan subsidi tersebut. “Ini jadi trigger bersama pemda dan pemerintah pusat,” katanya.

Subsidi Tes PCR Penumpang Pesawat

Keinginan Yusran selanjutnya adalah subsidi penggratisan biaya tes polymerases chain reaction (PCR) dan rapid test kepada calon penumpang pesawat. Harapannya, kebijakan ini bisa meningkatkan okupansi penerbangan yang menurutnya sampai saat ini masih di bawah 50% meskipun pemerintah telah menetapkan batas minimal penumpang sebanyak 70%.

“Peningkatan kunjungan wisatawan itu tergantung dengan okupansi penerbangan. Kalu tinggi, berarti wisatawan banyak berkunjung. Okupansi hotel dan restoran juga meningkat,” kata Yusran.

Selama ini, menurut Yusran, salah satu penyebab turunnya minat masyarakat bepergian adalah beban tambahan biaya tes PCR dan tes cepat corona untuk penumpang pesawat. Padahal, hanya pesawat yang bisa menjangkau destinasi wisata tak terkoneksi jalur darat, seperti Bintan.

Subsidi ini, kata Yusran, pun diharapkan bisa memacu kunjungan wisatawan asing. Pasalnya, wisatawan domestik saja tak bisa diandalkan untuk menggerakkan industri pariwisata. Ia mencontohkan Bali yang telah dibuka untuk wisatawan domestik per 31 Juli lalu dan untuk wisatawan asing pada September nanti.

“Bali itu kalau kita lihat, saya punya hotel dari okupansi 70% dalam kondisi normal. Siapa yang menginap? 50% datanya asing dan 50% domestik. Jadi kalau kita menggerakkan seluruh domestik ke Bali tidak cukup, harus pakai wisman,” kata Yusran.

Dalam kesempatan ini, Yusran menyatakan belum bisa memproyeksikan partumbuhan industri pariwisata di kuartal ketiga dan keempat. Hal ini lantaran sangat bergantung kepada kondisi penanganan Covid-19 yang berkorelasi dengan keberanian masyarakat berwisata.

Harapan pertumbuhan tersebut, kata Yusran, bisa terjadi pada Desember. Hal ini mempertimbangkan penggesesarn jadwal cuti Idul Fitri 1441 H ke bulan itu. Itu pun mustahil terjadi apabila pemerintah tak berperan sebagai pendorong.

“Kami masih berharap terjadi pertumbuhan asal pemerintah menjadi trigger. Karena situasinya setiap saat pasti berubah-ubah, tergantung Covid-nya,” kata Yusran.

Kondisi Covid-19 saat ini bisa disimak dalam Databoks di bawah ini:

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...