Lompati Tahapan Uji Klinis, Ahli Ragukan Keamanan Vaksin Corona Rusia
Rusia menargetkan vaksinasi massal virus corona dapat dimulai pada Oktober mendatang. Namun peneliti menilai vaksin tersebut sangat berisiko bagi manusia lantaran proses pengembangannya yang diduga melewati beberapa tahap uji klinis.
Manajer Penelitian Biomolokuler dari Australian National University Ines Atmosukarto mengatakan, vaksin tersebut berisiko menyalahi aturan dan tidak memprioritaskan keamanan dalam pengembangannya. Dari data organisasi kesehatan dunia (WHO), vaksin yang dikembangkan Gamaleya Research Institute itu baru menjalani fase pertama pengujian.
"Suatu vaksin bisa lompat dari fase pertama dan langsung diberikan kepada masyarakat itu menyalahi banyak kaidah penelitian," kata Ines dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (14/8).
Menurut dia, seharusnya dalam sebuah riset dan pengembangan vaksin diperlukan tiga kali uji klinis untuk mengetahui tingkat efektivitas dan kemanannya bagi manusia. Bahkan proses tersebut bisa memakan waktu 15 tahun hingga dapat diproduksi massal.
Ines menjelaskan tahap pertama dilakukan untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang mengancam keselamatan. Kemudian fase kedua untuk mengetahui seberapa banyak jumlah dosis yang diperlukan dalam melawan virus dalam tubuh.
Pada fase ketiga adalah uji coba pada penduduk berskala besar sebelum mendapatkan persetujuan untuk produksi massal. "Jadi kita tidak bisa melompati karena benar-benar itu akan berpengaruh," kata dia
Keraguan yang sama juga diungkapkan oleh Manajer Senior Integrasi Riset dan Pengembangan PT Bio Farma, Neni Nurainy. Ia menjelaskan Rusia bisa punya vaksin pertama karena tidak mengikuti standar uji klinis yang sudah ditetapkan.
"Tidak mungkin kita tidak melalui clinical trial fase dua dan tiga, langsung bisa registrasi vaksin," ujarnya.
Sementara itu, Konsultan Independen Genetika Molekular Ahmad Rusdan Handoyo mempertanyakan keterbukaan informasi mengenai pengembangan vaksin negara tersebut. Dia juga heran karena sejak uji coba fase satu, Negeri Beruang Merah belum memaparkan hasil riset tersebut kepada publik.
"Kalau misalnya kita gunakan vaksin Rusia di indonesia itu namanya konspirasi karena mereka tidak terbuka bagaimana menunjukkan data-data itu," kata dia.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim negaranya adalah yang paling pertama mendapatkan vaksin virus corona di dunia. Bahkan dia menyatakan putrinya telah diinjeksi serum antivirus terbaru itu dan berdampak positif.
"Ini bekerja cukup efektif, membentuk kekebalan yang kuat dan saya ulangi, ia telah melewati semua pemeriksaan yang diperlukan," kata Putin beberapa hari lalu.