Pemerintah Diminta Waspada Potensi Konflik Horizontal saat Pilkada
Perhelatan pemilihan kepala daerah tahun ini atau Pilkada 2020 tetap dilaksanakan secara serentak meski di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Untuk menjaga agar gelaran pesta demokrasi ini berjalan lancar, pemerintah diminta mewaspadai potensi munculnya konflik horizontal serta politisasi kasus Covid-19 di zona yang masih tinggi penyebarannya.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengingatkan agar pemerintah mewaspadai potensi munculnya konflik horizontal yang bisa muncul karena kontestasi politik yang terjadi dalam Pilkada 2020. Hal ini diperparah dengan himpitan kondisi perekonomian masyarakat di masa pandemi corona.
"Ini akan sangat mudah dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab," kata Bambang dalam sebuah forum diskusi virtual, Rabu (2/9).
Dalam kondisi seperti itu, Bambang menilai pemerintah harus membangun karakter dan jati diri bangsa. Persoalannya, hal tersebut cenderung terlupakan pada saat ini karena pemerintah sedang fokus menangani masalah di bidang kesehatan dan ekonomi.
Ia menilai dalam kondisi yang rentan seperti ini pemerintah harus mengelola dengan baik, karena hal yang kecil sekalipun sangat mudah menjadi pemantik konflik. Bila tidak dapat dikelola dengan baik, maka dapat menggerus konsepsi NKRI sebagai sebuah konsensus nasional.
Adapun, Kepolisian Republik Indonesia atau Polri memetakan ada empat provinsi yang memiliki tingkat kerawanan tinggi dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Provinsi yang dimaksud antara lain Jambi, Bengkulu, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Utara.
Wakil Kepala Satuan Tugas Nusantara Polri Brigjen (Pol) Umar Efendi mengatakan di tingkat kabupaten tercatat ada delapan wilayah yang dinilai sangat rawan dalam Pilkada 2020. Delapan kabupaten tersebut antara lain Mamuju, Tangerang Selatan, Nabire, Manokwari, Dompu, Pegunungan Bintang, Supiori dan Nias Selatan.
"Di tingkat kota ada sepuluh yang masuk kategori rawan, yakni Ternate, Samarinda, Binjai, Palu, Pematang Siantar, Makassar, Sungai Penuh, Tidore Kepulauan, Tangerang Selatan dan Balikpapan. Sementara kota yang masuk kategori sangat rawan ada dua, yaitu Medan dan Batam," kata Umar.
Menurut Umar, tingkat kerawanan Pilkada 2020 di sejumlah wilayah tersebut bisa meningkat lantaran masih adanya pandemi corona. Apalagi, sampai saat ini ada beberapa daerah yang masih mencatatkan jumlah kasus positif Covid-19 sangat tinggi.
Oleh karena itu, persoalan mengenai masih tingginya angka penyebaran Covid-19 ini harus segera diantisipasi agar tidak dipolitisasi oleh pihak-pihak tertentu.
Persoalan lain yang perlu mendapat perhatian terkait penerapan protokol kesehatan selama Pilkada 2020 berlangsung, karena penerapannya tidak mudah. Kesulitan terjadi karena penerapan protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan merupakan hal yang baru dalam Pilkada 2020. Sebelumnya, pesta demokrasi digelar tanpa harus menerapkan protokol kesehatan.
Atas dasar itu, Umar menilai butuh kebijaksanaan dari para pasangan calon peserta Pilkada 2020 untuk mengarahkan pendukungnya menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
“Jangan sampai blunder malah pendukungnya banyak yang terkena Covid-19,” kata Umar.
Terkait pandemi corona ini, Bambang mengingatkan agar pemerintah transparan dan akuntabel dalam pelaksanaan kebijakan penanganan maupun dampaknya. Namun, agar penanggulangan pandemi corona bisa dijalankan dengan sukses, ia menilai pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dan butuh dukungan dari seluruh pihak terhadap berbagai kebijakan yang diambil dalam mengatasi wabah tersebut.
"Penting bagi kita semua membangun perspektif dan paradigma yang sama, bahwa saat ini adalah saat bagi kita untuk bergandengan tangan dan bahu membahu dalam menghadapi pandemi," ujarnya.