Ganjar Usul Pemerintah Pusat Tunda Pilkada di Zona Merah
Desakan menunda pemilihan kepala daerah semakin menguat seiring kekhawatiran meluasnya penyebaran virus Covid-19. Gubernur jawa Tengah Ganjar Pranowo mengusulkan pemerintah pusat mempertimbangkan penundaan Pilkada 2020 terutama di zona merah.
Ganjar Pranowo meminta jajaran pemerintah pusat bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mempertimbangkan usulan tersebut. "Silakan dari kementerian, pemerintah pusat, KPU, Bawaslu untuk menganalisis dan memperhitungkan," kata Ganjar dikutip dari Antara, Senin (21/9).
Ganjar menilai Pilkada serentak berbahaya dengan melihat meluasnya zona merah Covid-19. Dia mencontohkan di Kabupaten Boyolali ada klaster penyebaran virus corona di antara petugas pengawas pemilihan yang jumlahnya hingga 103 orang.
"Maka saya kemarin menyarankan agar semuanya digelar virtual. Dulu saya juga usulkan, mungkin tidak menggunakan 'e-voting', tapi karena ini belum terlalu dipercaya, bisa jadi masalah," katanya.
Menurut Ganjar, penundaan pilkada serentak sangat mungkin dilakukan dalam kondisi saat ini, tinggal bagaimana KPU, Bawaslu atau Kemendagri membicarakan itu secara baik-baik berdasarkan data yang ada. "Semua sangat mungkin, tinggal nanti bagaimana keputusannya," ujarnya.
Usulan lainnya, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi daerah penyelenggara pilkada. Daerah yang jumlah kasusnya melandai bisa saja melangsungkan Pilkada.
"Bisa saja, ada yang ditunda, ada yang tetap jalan di tempat-tempat tertentu, tapi dengan pembatasan dan pelaksanaan protokol kesehatan yang sangat ketat," kata dia.
Saat ini dua organisasi keagamaan besar di Indonesia yakni Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah secara tegas meminta pemerintah menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Kedua organisasi masyarakat (Ormas) Islam terbesar di Indonesia ini menilai Pilkada serentak sebaiknya tidak dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19.
Permintaan itu dilandasi kecemasan akan pandemi virus corona di Indonesia yang belum berakhir. Terlebih, kasus positif masih terus bertambah dengan angka ribuan setiap hari. Berikut grafik Databoks:
Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta kepada KPU, pemerintah, partai politik dan semua pihak terkait untuk mengutamakan keselamatan masyarakat.
"Untuk menjamin pelaksanaan yang berkualitas, KPU hendaknya mempertimbangkan dengan seksama agar Pemilukada 2020 ditunda pelaksanaannya sampai keadaan memungkinkan," kata Sekretaris Umum Abdul Mu'ti dalam konferensi pers virtual, Senin (21/9).
PP Muhammadiyah lalu meminta Kementerian Dalam Negeri dan DPR untuk meninjau kembali pelaksanaan Pilkada serentak 2020. Menurutnya, pelanggaran protokol Kesehatan sudah tampak sejak tahapan awal pilkada.
"Kita lihat baru pendaftaran dan sosialisasi saja terjadi klaster-klaster baru. Bahkan kita liat kekhawatiran semua pihak pelaksanaan pilkada gak mematuhi protokol, perayaan-perayaan dilakukan, dan pengumpulan massa terjadi," kata Mu'ti.
Dorongan penundaan Pilkada serentak 2020 menguat setelah lantaran banyak pasangan calon yang melanggar protokol. Di antaranya, dengan membawa massa saat mendaftar ke KPU pada 4-6 September lalu. Bawaslu bahkan telah mencatat, sebanyak 316 bakal pasangan calon dari 243 daerah melakukan pelanggaran protokol kesehatan dalam tahapan pendaftaran.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga meminta pemerintah untuk menunda tahapan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
Pernyataan PBNU disampaikan oleh Ketua Umum Said Aqil Siraj. "Meminta agar KPU RI, Pemerintah dan DPR RI untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada serentak tahun 2020," kata Said dalam keterangan resminya, Minggu (20/9).
Said berpendapat, melindungi kelangsungan hidup manusia dengan protokol kesehatan sangat penting dilakukan. Sebab, penularan Covid-19 di Indonesia telah mencapai tingkat darurat.