Demonstrasi Tolak UU Ciptaker di Beberapa Daerah Berakhir Ricuh
Demonstrasi menolak Undang-undang Cipta Tenaga Kerja atau Omnibus Law berakhir ricuh di beberapa daerah. Bentrokan antara peserta demonstrasi dan anggota polisi terjadi Lampung, Semarang dan
Demonstrasi penolakan UU Ciptaker di Komplek Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Provinsi Lampung, di Bandarlampung, yang dimulai sejak Rabu (7/10) pukul 10.00 WIB mulai menimbulkan kericuhan pada sore hari. Kerusuhan bermula saat massa hendak memasuki gedung DPRD Provinsi Lampung dilanjutkan dengan pembakaran ban, dan pemecahan kaca gedung setempat.
Berdasarkan pantauan Antara, beberapa orang aparat kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja mengalami luka akibat lemparan batu dan pecahan kaca gedung. Beberapa pengunjukrasa pun terluka dan mendapat perawatan dari tim kesehatan ke fasilitas kesehatan terdekat.
Kerusuhan juga terjadi di depan kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Massa menjebol gerbang gedung DPRD Jateng dan merusak fasilitas di halaman gedung DPRD yang masih satu kompleks dengan kantor Gubernur Jateng.
Polisi membubarkan peserta demonstrasi yang berasal dari kalangan buruh dan mahasiswa dengan cara menembakkan gas air mata dan menyemprotkan air melalui kendaraan water cannon. Pendemo membalas aparat dengan melemparkan batu, botol air mineral, serta petasan.
Setelah membubarkan unjuk rasa, polisi berhasil menangkap beberapa orang yang diduga sebagai provokator karena mengaku bukan dari kalangan buruh ataupun mahasiswa.
Kerusakan juga menimpa Gedung DPRD Jambi diduga akibat pelemparan batu oleh kelompok yang diduga murid sekolah atas.
"Kami serahkan penyelidikan dan pemeriksaan aksi anarkis di kantor DPRD Kota Jambi kepada pihak kepolisian," kata Ketua DPRD Kota Jambi Putra Absor Hasibuan di Jambi.
Tidak ada korban jiwa, namun beberapa kendaraan roda dua dirusak. "Kita serahkan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pemeriksaan," kata Putra Absor Hasibuan.
Merespons kerusuhan di beberaoa daerah Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengajak masyarakat agar dapat menahan diri dan menerima keputusan DPR sebagai sebuah realitas politik terkait regulasi Omnibus law UU Cipta Kerja.
"Kalau memang terdapat keberatan terhadap UU atau materi dalam UU dapat melakukan judicial review," kata Mu'ti.
Menurut dia, demo dan unjuk rasa tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru. Ia mengatakan sejak awal Muhammadiyah meminta DPR menunda, bahkan membatalkan pembahasan RUU Omnibus law. "Selain karena masih dalam pandemi COVID-19, di dalam RUU juga banyak pasal yang kontroversial," kata dia.
UU Cipta Kerja, kata dia, tidak mendapatkan tanggapan luas dari masyarakat. Padahal, seharusnya sesuai regulasi setiap RUU harus mendapatkan masukan dari masyarakat. Tetapi, pembahasan RUU itu jalan terus sampai UU Omnibus Law tetap disahkan.
"Memang usul Muhammadiyah dan beberapa organisasi yang mengelola pendidikan telah diakomodasi oleh DPR. Lima UU yang terkait dengan pendidikan sudah dikeluarkan dari Omnibus Cipta Kerja," kata dia.