Ramal Produksi Beras Naik Tahun Ini, BPS Ingatkan Ada Ancaman La Nina
Badan Pusat Statistik memperkirakan produksi beras untuk konsumsi pangan pada tahun ini mencapai 31,63 juta ton, meningkat 314 ribu ton dibandingkan tahun lalu. Kenaikan produksi antara lain ditunjang oleh luas panen padi yang bertambah 10,79 juta hektar menjadi 10,79 juta hektar.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, realisasi produksi besar hingga September 2020 mencapai 26,06 juta ton, turun 3,18% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, potensi produksi beras pada Oktober-Desember 2020 diperkirakan meningkat dari 4,4 juta ton tahun lalu menjadi 5,57 juta ton.
"Ke depan produksi beras diperkirakan meningkat sehingga cadangan beras cukup. Namun, perlu diperhatikan tentang peringatan dari BMKG bahwa akan ada fenomena La Nina," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers, Kamis (15/10).
Dengan fenomena tersebut, curah hujan yang biasanya tinggi pada tiga bulan di penghujung akhir tahun akan semakin tinggi. Pemerintah pun, menurut dia, sudah mengingatkan potensi terjadinya bencana banjir dan longsor.
Suhariyanto menjelaskan perkiraan produksi beras tersebut merupakan hasil dari konversi produksi padi yang diperkirakan meningkat dari 54,6 juta ton gabah kering giling atau GKG pada 2019 menjadi 55,16 juta ton GKG. Namun, realisasi produksi padi sepanjang Januari hingga September 2020, baru mencapai 44,45 juta ton atau turun 3,17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sentra produksi padi, menurut, Suhariyanto masih terpusat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Lampung, dan Sumatera Utara. Kenaikan produksi padi pada tahun ini terjadi di Jawa Timur, Lampung, Banten, Jawa Barat dan Sumatera Selatan.
"Sedangkan penurunan terjadi di Sulawesi Selatan karena cuaca, banyak sawah yang terendam banjir di tiga kabupaten. Penurunan produksi juga terjadi di Kalimantan Selatan dan NTT yang mengalami pergeseran musim hujan," katanya.
Pada tahun lalu, produksi padi tercatat turun sebesar 7,8% dibandingkan 2018 akibat cuaca ekstrim. Produksi padi dalam beberapa tahun terakhir dapat dilihat dalam databoks di bawah ini.
Ia juga mencatat luas panen padi sepanjang Januari-September mencapai 9,01 juta hektare, turun dari periode yang sama tahun lalu seluas 9,28 juta hektare. Namun, luas panen diperkirakan bertambah 1,78 juta hektare pada Oktober-Desember 2020, lebih besar dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu mencapai 1,4 juta hektare.
"Realisasi luas panen biasanya tidak berbeda jauh dari potensi. Namun, sekali lagi, peringatan dari BMKG bahwa akan terjadi fenomena La Nina sejak Oktober hingga Desember perlu menjadi catatan," katanya.
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan para Menteri mengantisipasi bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang, tanah longsor, hingga angin puting beliung. Hal ini seiring dengan peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia. Ini lantaran Badan Meteorlogi, Klimatologi, dan Geofisika melaporkan fenomena la nina bisa menyebabkan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia naik 20% sampai 40% di atas normal.
"Saya ingin agar semua menyiapkan diri mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologi dan dampak dari la nina," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (13/10).
Oleh karena itu, ia memerintahkan para Menteri untuk menghitung dampaknya terhadap sektor pertanian, perikanan, dan perhubungan. Ini karena kenaikan akumulasi curah hujan tersebut bukan kenaikan yang kecil. Selain itu, Mantan Wali Kota Solo itu juga meminta jajarannya untuk menyebarluaskan informasi perkembangan cuaca ke seluruh provinsi dan daerah secepatnya.
"Sehingga tahu semuanya sebetulnya curah hujan bulanan ke depan ini akan terjadi kenaikan seperti apa," ujar dia.
BMKG memperkirakan awal musim hujan akan terjadi pada Oktober 2020. Memasuki musim pancaroba, hujan deras disertai petir dan angin kencang mulai terjadi di beberapa wilayah. Bahkan beberapa kali banjir telah terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya.