Menebar Banyak Resep Pemulihan Transportasi Publik saat Pandemi

Rizky Alika
28 Oktober 2020, 06:06
transportasi, covid-19, perhubungan
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/wsj.
Sejumlah pekerja menyiapkan pesawat untuk terbang membawa penumpang di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (10/7/2020). Di masa tatanan normal baru, lalu lintas penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta pada periode 1-5 Juli 2020 rata-rata sebanyak 355 penerbangan per hari, atau naik dibandingkan periode sama bulan lalu yang rata-rata 243 penerbangan per hari.

Pemerintah mulai berupaya memulihkan kembali sektor transportasi yang telah babak belur dihantam pandemi Covid-19. Tujuannya untuk meningkatkan arus orang dan barang, baik menggunakan moda angkutan darat, udara, maupun laut.

Kementerian Perhubungan telah menyiapkan kebijakan dan stimulus demi mendorong kembalinya penumpang. Diharapkan, hal ini mampu membuat kondisi transportasi dan industri turunannya semakin membaik.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS),  kontraksi sektor transportasi sebesar 30,8% merupakan penyumbang terbesar minusnya pertumbuhan ekonomi RI 5,32% pada kuartal II. Porsi terbesar disumbang angkutan udara yang terkontraksi 80,2% pada triwulan dua.

“Stimulus ini diharapkan dapat menggerakkan sektor penerbangan, pariwisata, dan sektor turunannya,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Selasa (27/10).

Momentum tersebut mulai datang seiring relaksasi pembatasan di berbagai daerah sejak Juli lalu. Angka penumpang yang sebelumnya anjlok, akhirnya kembali menggeliat.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan Agustus lalu jumlah penumpang angkutan udara mencapai 1,9 juta atau naik 36,2% dari Juli.  Begitu pula penumpang angkutan kereta api yang meningkat dari 12,2 juta pada Juli menjadi 12,7 juta sebulan kemudian. Adapun jumlah pengguna angkutan laut pada Agustus mencapai 1,1 juta orang, meningkat 35% dari Juli.

Bahkan, Kemenhub memperkirakan jumlah penumpang angkutan udara pada Oktober 2020 akan meningkat 20% dari Agustus lalu. Oleh sebab itu mereka menyiapkan sejumlah langkah untuk memacu jumlah penumpang.

Direktorat Jenderal Angkutan Udara menghapus tarif Passenger Service Charge (PSC) atau airport tax di 13 bandara mulai 23 Oktober hingga 31 Desember 23.59. Dari lampiran pemaparan Ditjen Angkutan Udara, kebijakan ini juga akan berlaku Januari hingga Juni 2021. Total stimulus yang digelontorkan untuk kebijakan ini mencapai Rp 1,1 triliun untuk 11,3 juta penumpang.

Inovasi lain yang dilakukan di sektor penerbangan yaitu membebaskan beban biaya kalibrasi fasilitas penerbangan dan alat bantu pendaratan pesawat yang biasanya dibebankan kepada operator bandara. 

Upaya lainnya adalah mengatur transportasi berbasis protokol kesehatan lewat payung hukum Peraturan Menteri Perhubungan dan Surat Edaran (SE) Dirjen Darat, Laut, Udara, dan Perkeretaapian. Hal ini penting demi memastikan pengguna angkutan terlindungi dari potensi penularan.

Sebagai contoh, angkutan kereta api bisa beroperasi mulai 04.00 sampai dengan 24.00 meski kapasitas dibatasi 70% dari sebelumnya 43%. Adapun Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah meminta operator kapal tak menaikkan tarif. 

Sedangkan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi juga akan mendorong pemulihan transportasi darat seperti bus terutama demi mendukung pariwisata. Beberapa koridor yang jadi fokus adalah Bromo, Bali, Borobudur, dan Banyuwangi.

“Stimulus lain adalah dengan memberi izin angkutan umum untuk menjadi angkutan barang,” kata Budi, Senin (26/10) dikutip dari Kompas.com.

Strategi lainnya adalah kolaborasi dengan Kementerian BUMN membangun ekosistem pariwisata dan mengembangkan delapan kluster penerbangan Jakarta-Surabaya, Jakarta-Bandung, melanjutkan proyek Moda Raya Terpadu (MRT), dan Bandara Bali Utara.

Potensi Tak Maksimal Saat Libur Panjang

Salah satu momentum jangka pendek yang dimanfaatkan dalam pemulihan penumpang transportasi umum adalah periode libur Maulid Nabi pada 28 Oktober sampai 1 November. Seperti masa liburan panjang lain, Kemenhub memperkirakan akan ada kenaikan jumlah penumpang pada periode ini. "Karena panjang, maka relatif bisa meningkat 20%," kata Budi Karya pekan lalu.

Meski demikian, momentum perbaikan jangka pendek diperkirakan tak akan optimal hingga akhir tahun nanti. Ini lantaran masih ada kekhawatiran Covid-19 menular lewat angkutan publik sehingga masyarakat akan memilih kendaraan pribadi.

 "Kenaikan ada, tapi tidak signifikan," kata Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno saat dihubungi Katadata, Selasa (27/10). Selain kekhawatiran, masyarakat  juga merasa terbebani dengan kewajiban tes cepat (rapid test) sebagai syarat perjalanan.

PELONGGARAN PSBB MASA TRANSISI DI SERANG
PELONGGARAN PSBB MASA TRANSISI DI SERANG (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/hp.)

Adanya libur panjang pun dinilai tidak mempengaruhi kenaikan penggunaan angkutan umum. Djoko memprediksi kenaikan lalu lintas hanya terjadi pada pengguna jalan tol.

Setali tiga uang, transportasi penerbangan diperkirakan belum akan mengalami lonjakan dalam jangka panjang. Apalagi selama ini, sebanyak 42-44% penumpang pesawat ialah pegawai yang melakukan perjalanan dinas.

Sementara, pemerintah daerah belum memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan dinas antar kota hingga akhir tahun ini. "Orang tidak mau naik pesawat dengan uang sendiri," ujar Djoko.

Kemenhub sebenarnya telah berencana menghapus rapid test sebagai syarat penumpang bus dan kapal penyeberangan laut di zona kuning dan hijau. Sekjen DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono menilai, kebijakan itu sebenarnya positif untuk menjaga momentum kenaikan penumpang.

Meski begitu, ia tak yakin kebijakan tersebut tidak akan meningkatkan persentase perjalanan masyarakat dengan angkutan umum. "Mereka lebih suka angkutan pribadi daripada umum," ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (27/10).

Ateng juga mengatakan hingga sehari sebelum libur panjang, kenaikan okupansi penumpang bus sebesar 15%. Kondisi ini menurutnya serupa dengan libur panjang pada Agustus lalu.

Ia beralasan, kekhawatiran masyarakat terhadap Covid-19 menjadi persoalan utama sehingga tanpa adanya vaksin, maka lonjakan penumpang tak akan terjadi secara signifikan. Di sisi lain, ia juga menyoroti adanya imbauan kepada masyarakat agar menggunakan angkutan umum yang dinilainya kontradiktif terhadap upaya pemulihan transportasi.

Padahal, menurutnya sebuah studi menyebutkan kasus penularan Covid-19 di angkutan umum lebih rendah dibandingkan di tempat pariwisata hingga mal. "60% potensi penularan di kerumunan seperti pariwisata, sementara angkutan umum hanya 16% potensinya," kata Ateng.

Sedangkan Djoko berpendapat perlu ada kebijakan lain untuk mendorong pertumbuhan sektor transportasi. Sebagai contoh, pemerintah dapat memberikan subsidi potongan harga tiket  bus antar kota antar-provinsi (AKAP) dan antar kota dalam provinsi (AKDP).

Kemenhub juga membuka kemungkinan menaikkan batas kapasitas transportasi publik seperti pesawat terbang menjadi 100% alias normal kembali. Syaratnya, kesadaran masyarakat menerapkan protokol kesehatan telah meningkat.

"Ke depan tentu saja (kapasitas penumpang) tidak dibatasi 70%, kita bisa juga 100% seperti di luar negeri," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto Rahardjo.

Reporter: Rizky Alika

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...