Satgas Covid-19 Temui Banyak Kendala, Upaya 3T Belum Maksimal

Image title
5 Desember 2020, 08:10
covid-19, virus corona, pandemi corona, pandemi, jakarta, gerakan 3M
ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.
Petugas medis menyiapkan sampel tes swab di Halaman Laboratorium Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (9/6/2020). Upaya pemerintah menekan penularan virus corona dengan tracing, testing, dan treatment belum maksimal.

Kasus Covid-19 di Indonesia semakin melonjak dari hari ke hari. Bahkan, penambahan jumlah orang terinfeksi virus corona sempat menembus 8.000 pada Kamis (3/12).

Salah satu penyebabnya yaitu upaya pencegahan penularan virus corona yag belum maksimal. Masyarakat semakin lama semakin abai terhadap protokol kesehatan 3M, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, serta menjaga jarak. 

Di sisi lain, pemerintah kesulitan untuk meningkatkan upaya 3T, yaitu testing, tracing, dan treatment. Staf Bidang Penanganan Kesehatan dan Tim Pakar Satgas Covid-19, dr. Budi Santoso, mengatakan pemerintah menemui banyak tantangan dalam menerapkan 3T.

Seperti pelaksanaan tes yang kerap kali menemui kendala infrastruktur. Pasalnya, tiap daerah memiliki fasilitas laboratorium yang berbeda-beda.

Pemerintah pun telah memetakan daerah-daerah yang kekurangan fasilitas laboratorium untuk dibantu oleh daerah sekitar yang memiliki fasilitas lebih lengkap. Selain itu, pemerintah terkendala distribusi reagen ke daerah. Apalagi Indonesia berbentuk negara kepulauan yang sangat luas.

Di sisi lain, reagen harus dikirimkan menggunakan rantai dingin (cold chain). Hal itu untuk menjaga kualitas reagen tidak rusak sehingga hasil tes bisa akurat.

Dengan berbagai kendala tersebut, Indonesia hanya bisa mencapai 90% dari standar tes WHO. Organisasi Kesehatan Dunia itu menargetkan jumlah tes mencapai 1:1.000 penduduk per minggu. Dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 267 juta jiwa, jumlah tes yang harus dilaksanakan pemerintah sebanyak 267 ribu per pekan.

Tahapan selanjutnya yaitu tracing atau pelacakan kontak erat dengan suspek maupun pasien Covid-19. Secara teknis, seorang pasien akan mengisi daftar kontak erat, yakni orang-orang yang secara langsung berdekatan dengan pasien.

Budi menjelaskan bahwa pelacakan harus dilaksanakan minimal 80% dari kontak erat pasien Covid-19. Adapun waktu untuk melakukan tracing  yaitu 3x24 jam sejak pasien menerima hasil positif.

Namun, target tersebut tak pernah tercapai karena masyarakat tidak terbuka terkait informasi kontak erat dan kondisi kesehatannya. Hal itu terjadi karena masih adanya stigma negatif di masyarakat terkait Covid-19.

Stigma itu muncul karena masyarakat menyerap informasi yang salah atau hoaks. Dengan kondisi tersebut, lanjut Budi, pemerintah terus melaksanakan edukasi agar masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik terkait Covid-19.

“Masalah stigma itu masalah bersama, jangan sampai stigma menimbulkan efek yang negatif," ujar Budi dalam Katadata Forum Virtual Series "Lawan Penyebaran Covid-19 dengan 3T" pada Jumat (4/12) malam. 

Tahapan terakhir yaitu treatment atau perawatan pasien Covid-19. Menurut Budi, perawatan merupakan tahapan lanjutan dari pelacakan.

Setelah ditemukan kasus baru dari hasil pelacakan dan tes, pemerintah akan memberikan penanganan medis bagi pasien Covid-19. Salah satunya isolasi mandiri selama 14 hari. 

Isolasi mandiri ini biasanya dijalankan oleh mereka yang menjadi suspek Covid-19 dari hasil pelacakan. Isolasi mandiri ini bisa dilaksanakan di rumah, namun Budi menyarankan agar suspek mengisolasi diri di pusat kesehatan pemerintah, seperti Wisma Atlet, atau di di rumah sakit.

Dengan begitu, kondisi suspek atau pasien Covid-19 yang isolasi mandiri bisa terus dipantau. Di sisi lain, Budi mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya memenuhi kebutuhan ruang isolasi dan perawatan bagi pasien yang terinfeksi virus corona.

Selain itu, pemerintah juga tidak melupakan kebutuhan ruang perawatan bagi pasien di luar Covid-19.“Kita memerlukan fasilitas kesehatan untuk menangani penyakit lainnya,” ujar Budi.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, keterisian tempat tidur isolasi dan ICU untuk pasien Covid-19 secara nasional per Selasa (1/12) mencapai 57,97%. Adapun Jawa Barat tercatat sebagai provinsi dengan tingkat keterisian tempat tidur tertinggi sebesar 77%. Sedangkan angka terendah berada di Maluku Utara sebesar 10%.

Dengan kondisi tersebut, pemerintah telah mengantisipasi agar layanan rumah sakit masih dapat menampung pasien jika terjadi lonjakan kasus Covid-19. Jika kasus Covid-19 hanya meningkat 20-50%, layanan kesehatan yang ada masih dapat menampung pasien.

Jika kenaikan pasien berkisar 50-100%, rumah sakit dapat menggunakan ruang perawatan umum menjadi ruang perawatan pasien Covid-19. Jika kenaikan pasien lebih dari 100%, rumah sakit dapat mendirikan tenda darurat, atau rumah sakit lapangan, atau bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan TNI mendirikan layanan kesehatan di luar area rumah sakit.

(Penyumbang bahan: Ivan Jonathan Irawan)

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...