Jika PPKM Tak Efektif, Pemerintah Bisa Ambil Kebijakan Lebih Ketat
Pemerintah kembali menarik rem sebagai respons darurat Covid-19. Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Pulau Jawa dan Bali akan berlaku pada 11 – 25 Januari 2021.
PPKM ditempuh sebagai upaya pengendalian laju penularan Covid-19 di Indonesia. Pasalnya, jumlah kasus pada Desember lalu naik drastis, hampir dua kali lipat dibandingkan dengan realisasi November. Pada ke-12, kuantitas kasus mencapai 204.315 (setara 27,5 persen dari total kasus sepanjang 2020).
Alhasil, Desember 2020 disebut-sebut sebagai bulan terburuk pandemi di Tanah Air. PandemicTalks melansir beberapa catatan, yaitu kasus setara 27,5 persen dari total kasus 2020, persentase ini terbesar. Porsi angka kematian, test people, positive rate, serta jumlah nakes meninggal pada bulan lalu juga yang terbesar dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.
Sebagai tindak lanjut maka aktivitas masyarakat kembali dibatasi, misalnya perkantoran yakni 75 persen dari aktivitas dilakukan dengan cara bekerja dari rumah. Selain itu, kegiatan belajar-mengajar secara daring dilanjutkan.
Selain itu, pemerintah juga membatasi kegiatan di pusat perbelanjaan, yakni wajib tutup pada pukul 19.00 WIB. Untuk restoran hanya boleh maksimal 25 persen dari kapasitas, dan diarahkan agar mengutamakan layanan pesan-antar.
Tempat ibadah maksimal hanya boleh 50 persen dari kapasitas. Lebih jauh, kapasitas serta jam operasional transportasi diatur secara khusus, serta fasilitas umum maupun kegiatan sosial/budaya dihentikan untuk sementara.
Satgas Penanganan Covid-19 menyebutkan pengecualian sektor esensial kebutuhan pokok dan kegiatan konstruksi. Tapi, pelaku di dua bidang ini diwajibkan untuk menerapkan dan taat kepada protokol kesehatan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun).
Efektivitas PPKM dinantikan sebagai strategi ampuh guna menekan laju penularan Covid-19. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, apabila dampak PPKM tidak seperti yang diharapkan, ada kemungkinan pemerintah menerapkan kebijakan yang lebih ketat.
“Singkatnya, pasti perlu (kebijakan lebih ketat). Tapi sebetulnya, apa yang dilakukan sekarang ini juga untuk mengerem kasus positif. Kalau kita tidak mau taat, maka kita yang akan rugi. Jika ini efektif, kita bisa bertahan lebih lama hadapi pandemi,” kata Wiku, Jumat (8/1/2021).
Senada, Presiden Jokowi juga sempat mengingatkan potensi lockdown akibat situasi pandemi yang belum juga membaik. Oleh karena itu, imbau presiden, kondisi yang ada sekarang selayaknya menjadi peringatan agar tidak sampai terjadi lonjakan kasus yang lebih signifikan.
“Hati-hati, ini menjadi catatan bagi kita semuanya agar jangan sampai terjadi lonjakan yang sangat drastis di Indonesia, sehingga kita dipaksa untuk melakukan lockdown,” kata Jokowi.
Namun demikian, selama menyikapi kondisi yang ada, sebaiknya kita tidak panik berlebihan. Yang terpenting, selalu taat kepada protokol kesehatan terutama 3M dan VDJ (ventilasi, durasi, dan jarak). Jika mendapati di sekeliling ada kasus positif Covid-19, dukung nakes dalam penerapan 3T (testing, tracing, treatment).
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan