Pola Penyebaran Covid-19 Banyak Melalui Microspreader
Pola penyebaran Covid-19 di Indonesia menunjukkan perubahan. Dari yang sebelumnya superspreader menjadi microspreader. Indikasinya dapat dilihat dari peningkatan penularan di klaster keluarga.
Peningkatan kasus Covid-19 secara signifikan, khusunya dalam dua bulan terakhir, tidak lepas dari tingginya angka penularan di lingkup terdekat, terutama di kota besar. Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sony Harry B Harmadi mengatakan 40,1% kasus di Jakarta berasal dari klaster keluarga.
Sony juga menyoroti timbulnya klaster keluarga ini disebabkan libur akhir tahun. Banyak anggota masyarakat yang beraktivitas kala itu tidak dengan anggota keluarga. Hal ini memungkinkan terjadinya penularan yang kemudian berlanjut saat kembali ke rumah masing-masing.
“Kami sudah selalu ingatkan, kalaupun harus pergi maka pergilah dengan orang yang serumah saja. Tapi masalahnya, sebaliknya. Ini yang menyebabkan ternyata di klaster keluarga terjadi peningkatan penularan virus corona,” tuturnya dalam diskusi virtual bersama Katadata, beberapa waktu lalu.
Di awal masa pandemi Covid-19 sekitar satu tahun yang lalu, pola penyebaran memang lebih banyak melalui superspreader. Yakni kondisi satu orang individu yang terpapar virus Corona mampu menulari kelompok masyarakat dalam jumlah besar.
Pada awal masa pandemi di Jakarta misalnya, seorang superspreader bisa menularkan virus kepada 52 orang lainya menurut laporan ' Superspreading in Early Transmissions of Covid-19 in Indonesia'.
Sementara seiring dengan adanya protokol menjaga jarak serta kebijakan pembatasan sosial skala besar, pola penyebaran Covid-19 juga ikut berubah. Pakar Sosiologi Bencana di Nanyang Technological Univeristy Sulfikar Amir dalam opini di Harian Kompas menyebut, penyebaran sekarang lebih ke pola microspreader.
Microspreader menulari orang lain dalam jumlah yang relatif lebih sedikit. Sekitar dua sampai tiga orang. Namun masalahnya jumlah microspreader sangat banyak dan tersebar di mana-mana. Belum lagi keberadaannya yang sulit dilacak karena berbaur dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Dalam skala yang lebih luas, fenomena microspreader muncul secara masif dan sangat sulit dibendung. Dia terus tumbuh dan bergerak dengan cepat karena tidak dapat diidentifikasi oleh sistem surveilans pandemi konvensional,” tulis Sulfikar dalam opininya.
Dia menambahkan kemunculan microspreader dalam jumlah besar dikarenakan pengetesan yang sangat minim dan pelacakan kasus yang belum maksimal. Dia juga menyarankan agar pemerintah mencari strategi selain pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang selama ini sudah diterapkan.
“Karena covid-19 sudah masuk ke ranah paling intim, ranah keluarga. Dampaknya (jika kebijakan ini tidak bisa memecahkan masalah), penularan akan semakin masif dan bekali-kali lipat," ujarnya di kesempatan terpisah, mengutip dari Narasi.
Sejauh ini dalam upaya menekan angka penularan klaster keluarga, Satgas Penanganan Covid-19 berfokus dalam pembatasan mobilitas. Selain itu, Satgas mengimbau masyarakat untuk mengketatkan penerapan protokol kesehatan di dalam rumah, terutama kepada tamu atau keluarga dekat yang tidak tinggal bersama.
Beberapa hal penting yang harus diingatkan yaitu selalu menjaga jarak dan menggunakan masker ketika ada tamu yang datang. Selain itu, batasi anak-anak terutama remaja untuk keluar rumah dan berinteraksi dengan orang lain.
Masyarakat juga diimbau agar tidak hanya mengedukasi diri terkait protokol pencegahan penularan, tetapi juga harus mengedukasi diri untuk menangani kondisi apabila ada anggota keluarga yang menunjukkan gejala.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan