Epidemiolog Menilai Ancaman Wajib Vaksinasi Covid-19 Kontraproduktif
Presiden Joko Widodo baru saja menerbitkan peraturan terkait pengadaan vaksinasi Covid-19. Dalam beleid tersebut, penduduk yang menjadi sasaran penerima vaksin wajib mengikuti program tersebut.
Jika tidak mengikuti program vaksinasi, masyarakat tidak akan mendapat bantuan sosial bahkan terkena denda. Aturan tersebut pun dinilai kontraproduktif terhadap upaya penanganan pandemi corona.
Menurut ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, pemerintah seharusnya membangun komunikasi yang persuasif dan tanpa ancaman. Sehingga masyarakat mengetahui manfaat besar dari vaksinasi.
Apalagi menurut dia, kondisi pandemi yang buruk di Tanah Air tidak disebabkan oleh perilaku masyarakat. Itu lantaran pemerintah masih kurang maksimal dalam pelaksanaan tracing, testing, dan treatment.
Oleh karena itu, dia meminta upaya vaksinasi tidak lagi dibebankan pada masyarakat dengan cara kewajiban vaksinasi. "Peran masyarakat bisa dibangun dalam satu strategi komunikasi yang tepat sehingga tidak timbul anggapan yang salah terhadap program vaksinasi," ujar Dicky kepadaKatadata.co.id , Minggu (14/2).
Selain itu, WHO tidak mewajibkan masyarakat melaksanakan vaksiasi. Lembaga tersebut hanya merekomendasikan agar tiap negara memberikan vaksinasi dengan cara persuasif.
Banyak negara JUGA tidak mewajibkan penduduknya untuk mengikuti vaksinasi Covid-19. Beberapa di antaranya yaitu Amerika Serikat dan India.
Meski tidak diwajibkan, program vaksinasi di kedua negara tersebut berjalan dengan baik. "Ini yang lebih ditekankan, upaya membangun trust dengan strategi komunikasi risiko yang tepat, bukan dengan menakut-nakuti," kata dia.
Adapun beleid terbaru mengenai vaksinasi tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 yang merupakan pengganti Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease. Dikutip dari laman resmi Sekretariat Negara pada Sabtu (13/2/2021), terdapat dua pasal yang ditambahkan di antara pasal 13 dan pasal 14 pada Perpres sebelumnya.
Berikut kutipan Pasal 13A: (1) Kementerian Kesehatan melakukan pendataan dan menetapkan sasaran penerima Vaksin Covid-19. (2) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19 berdasarkan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti Vaksinasi Covid- 19.
(3) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak memenuhi kriteria penerima vaksin Covid-19 sesuai dengan indikasi vaksin Covid-19 yang tersedia.
(4) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif, berupa: a. Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial b. Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan/atau c. Denda.
(5) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya. Selain sanksi administratif, Perpres ini juga mengatur bahwa masyarakat penerima vaksin Covid-19 yang tidak mau ikut vaksinasi dapat dikenai sanksi sesuai UU yang berlaku.
"Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid- 19, yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran Covid-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (a) dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular," demikian bunyi Pasal 13B Perpres tersebut.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan