Pemerintah Bentuk Badan Pangan, di Mana Posisi Bulog?
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati pembentukan Badan Pangan Nasional. Ada beberapa skenario disusun, salah satunya menjadikan Bulog sebagai operator yang menjalankan tugas dari lembaga baru tersebut.
Rencana pembentukan Badan Pangan diputuskan dalam rapat antara Badan Legislatif dengan pemerintah di
Gedung DPR/MPR. Dalam rapat Senin (15/3) petang tersebut, pemerintah diwakili oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, dan Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga.
"Pangan merupakan kebutuhan strategis suatu bangsa, termasuk bangsa Indonesia. Untuk itu, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, wajib dibentuk lembaga pangan nasional," ujar Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas membacakan kesimpulan rapat.
Forum tersebut memutuskan tidak menetapkan tenggat waktu pembentukan lembaga pangan nasional. Namun, semua pihak menyepakati perjanjian secara lisan bahwa pemerintah akan menyampaikan perkembangan pembentukan Badan Pangan itu dalam tiga bulan ke depan.
"Selanjutnya, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia akan melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap pelaksanaan UU Pangan secara berkala untuk memastikan terbentuknya lembaga pangan nasional," demikian kesimpulan rapat secara tertulis yang disepakati oleh DPR dan pemerintah.
Supratman mengingatkan bahwa pemerintah sejatinya telah terlambat membentuk Badan Pangan. Sebab, lembaga itu seharusnya dibentuk paling lambat 3 tahun sejak UU No.18/2012 berlaku.
Ia menjelaskan bahwa lembaga pangan nasional, sebagaimana diamanahkan dalam beleid itu, memiliki peran penting untuk mengawasi mulai dari stok pangan, distribusi, konsumsi, kualitas pangan, sampai penerbitan izin ekspor dan impor bahan pangan.
Bagaimana ketahanan pangan Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga? Simak Databoks berikut:
Empat Skenario
Dalam rencana pembentukan Badan Pangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas sebenarnya menerbitkan empat skenario. Berikut daftarnya:
Pertama, mentransformasi Perum Bulog menjadi Badan Pangan, di mana Bulog menjadi operator seluruh urusan pemerintah di bidang pangan dan kementerian/lembaga lain menjadi regulator sesuai tusinya.
Kedua, mentransformasi Bulog menjadi Badan Pangan dengan peran ganda, yaitu regulator dan operator seluruh urusan pemerintah di bidang pangan.
Ketiga, mentransformasi organ kementerian terkait pangan menjadi Badan Pangan yang selanjutnya bertugas menjadi regulaotor dan Bulog menjadi operatornya dengan dikoordinasikan oleh Kementerian BUMN.
Keempat, mentransformasi organ kementerian terkait pangan menjadi Badan Pangan yang selanjutnya berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain. BPN akan berfungsi sebagai regulator dan Bulog dan BUMN kluster pangan sebagai operator yang dioperasikan oleh BPN.
"Kami mengusulkan agar opsi keempat dapat menjadi skema paling relevan untuk saat ini," kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Untuk diketahui, Kementerian Pertanian saat ini telah memiliki setidaknya dua organ yang mengurusi masalah pangan, yakni Badan Ketahanan Pangan (BKP) dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Syahrul juga menekankan agar keberadaan Badan Pangan nantinya tidak tumpeng tindih dengan Kementerian Pertanian. "Kementerian Pertanian melakukan fungsi produksi dan Badan Pangan melakukan fungsi regulator dan mengoordinasikan kegiatan Bulog sebagai operator," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga berharap Badan Pangan yang dibentuk nantinya dapat menjadi badan yang independen, fleksibel, dan tidak birokratis.
"Badan Pangan Nasional diharapkan bisa membaca dan menganalisis tren pangan dunia, membuat rekomendasi kepada seluruh pemangku kepentingan, dan dapat mengintervensi atau mengambil keputusan dengan cepat," katanya dalam forum yang sama.
Keputusan yang dimaksudnya juga mencakup isu impor bahan pangan yang kerap menuai polemik. Menurut Jerry, perlu ada pengaturan yang jelas terkait dengan neraca pangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 115 Ayat (3) Huruf b Undang-Undang Pangan. “Dengan demikian, diperlukan neraca pangan yang akurat dan komprehensif," ujarnya.
Reporter: Antara