Bahan Baku Mandiri, Strategi Mendorong Industri Farmasi Halal
Bagi industri makanan minuman, sertifikasi halal sudah menjad hal lumrah. Namun, di industri farmasi, untuk memperoleh sertifikasi halal masih menghadapi beragam tantangan kompleks. Salah satunya terkait pengadaan bahan baku yang mayoritas masih dipasok dari impor.
Alhasil, pertumbuhan sertifikasi halal industri farmasi relatif tertinggal. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) mencatat per Maret 2021, jumlah kelompok farmasi (obat dan vaksin) bersertifikat halal sebanyak 2.586 produk. Angka ini sangat rendah, atau baru 0,5 persen dari keseluruhan produk bersertifikat halal yang berjumlah 575.560 produk dari seluruh kelompok.
Pemerintah pada Oktober 2014 telah mengesahkan Undang-undang (UU) Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Pada pasal 4 UU tersebut berbunyi, "produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal." Aturan tersebut berlaku juga terhadap jenis produk farmasi dan obat-obatan.
UU ini seharusnya bisa menjadi angin segar bagi masyarakat muslim Indonesia yang membutuhkan jaminan halal produk yang mereka gunakan, baik produk konsumsi sehari-hari, maupun produk farmasi yang digunakan saat sakit.
Namun di sisi lain, industri farmasi ternyata masih kebingungan mengikuti aturan tersebut. Sejak diterbitkan sejak 2014, UU JPH belum dapat diadaptasi secara menyeluruh oleh industri farmasi karena lebih dari 90% bahan baku produksi farmasi masih harus impor. Untuk mendapatkan sertifikasi halal, perlu dilakukan penyesuaian bahan. Sebab, dari bahan baku yang diimpor memang belum diketahui kehalalannya.
Belum lagi proses pengadaan bahan yang kompleks. Peredaran bahan baku farmasi bersifat internasional. Sehingga, asal usul barang yang diimpor sering tidak bisa dijelaskan secara rinci karena setiap pemesanan bahan baku, belum tentu didapat dari tempat yang sama dengan pemesanan sebelumnya.
Dikutip dari Halalmui.org, Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Agusdini Banun Saptaningsih mengatakan, sebagai salah satu solusi, pemerintah sedang mendorong agar industri farmasi di Indonesia dapat memproduksi bahan baku obat sendiri.
“Dengan begitu, pemerintah dapat menjamin kehalalannya lebih mudah dibanding bahan baku impor. Walaupun memang sudah ada beberapa industri bahan baku obat luar negeri yang memiliki sertifikat halal,” ujar Agusdini.
Selain itu, sertifikasi halal juga menjadi salah satu sasaran dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yakni meliputi pengembangan obat, produk biologi, reagen, dan vaksin dalam negeri bersertifikat halal yang didukung oleh penelitian dan pengembangan life science.
Dengan mengembangkan dan menyediakan sendiri bahan baku industri farmasi, diharapkan jumlah produk farmasi halal akan dapat meningkat pesat.
Meski realisasinya, penyediaan bahan baku bukanlah pekerjaan mudah. Karena sifat kerahasiaan produsen bahan baku obat dan sulitnya alih teknologi akan menjadi tantangan tersendiri untuk bisa mewujudkannya.