Hitungan Final BPK: Kasus PT Asabri Rugikan Negara Rp 22,7 Triliun
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menghitung secara resmi nilai kerugian negara dalam kasus PT Asabri (Persero). Dari perhitungan akhir mereka, negara dirugikan Rp 22,7 triliun dari kasus tersebut.
Sebelumnya BPK menaksir negara rugi Rp 23,7 triliun dari kasus perusahaan asuransi pelat merah itu. Saat ini BPK telah menyerahkan hasil pemeriksaan kerugian ini kepada Kejaksaan Agung.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna juga mengatakan pemeriksaan ini sduah dilakukan sesuai standa pemeriksaan keuangan negara (SPKN). “Angkanya tidak berkurang karena baru disampaikan saat ini. Kalau berbeda, wajar,” kata Agung di Kejagung, Jakarta, Senin (31/5) dikutip dari Antara.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperjelas kerugian negara yang diakibatkan perbuatan melawan hukum yang menjadi dari sejumlah pihak. “Jadi bukan hanya uang hilang, tapi ada perbuatan melawan hukum yang menjadi enyebab tindak pidana,” katanya.
Sedangkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan angka perhitungan BPK berkurang sedikit dari estimasi awal yakni Rp 23,7 triliun. Korps Adhyaksa juga telah menyerahkan berkas perkara tujuh tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 28 Mei.
“Kerugiannya Rp 22,7 triliun, ada sedikit pergeseran dari perkiraan dan perhitungan awal,” kata Burhanuddin.
Kasus ini mengakibatkan sembilan orang menjadi tersangka dan akan disidang. Kesembilan orang tersebut adalah Adam R. Damiri selaku Direkur Utama Asabri pada 2011 sampai 2016, Sonny Widjaja selaku Dirut Asabri 2016 sampai 2020, Bachtiar Effendi yang menjabat Direktur Keuangan Asabri pada 2008 sampai 2014, dan Hari Setiono selaku Direktur Asabri dari 2013-2014 dan 2015-2019.
Kepala Divisi Investasi Asabri 2012 sampai 2017 yakni Ilham W. Siregar. Tersangka lainnya adalah Direktur PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro, Direktur PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Direktur Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo, dan Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi.
Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Andriansyah mengatakan pencarian aset masih dilakukan pihaknya. Pelimpahan berkas tahap pertama ini dilakukan agar jaksa peneliti mengetahui kekuatan pembuktian berkas perkara.
“Kami juga akan lihat petunjuk JPI, kan masih ada waktu untuk mengejar aset,” kata Febrie awal Mei lalu.