Keterwakilan Perempuan di Pimpinan Perusahaan Masih Hadapi Tantangan
JAKARTA – Jumlah kandidat laki-laki dan perempuan dalam proses rekrutmen atau promosi dalam suatu perusahaan sebaiknya seimbang. Semakin banyak kandidat perempuan dalam proses promosi, maka semakin tinggi peluang keterwakilan perempuan dalam posisi kepemimpinan.
“Ada beberapa upaya yang kami lakukan untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam pimpinan perusahaan. Pertama, ketika proses rekrutmen atau promosi kami mengusahakan agar kandidat laki-laki dan perempuan seimbang. Semakin kami memperbanyak kandidat dalam proses promosi, maka peluang banyaknya kandidat perempuan juga semakin tinggi. Perusahaan juga harus mampu menyesuaikan dengan kebijakan yang mendukung kaum perempuan di tingkat pimpinan perusahaan, karena pegawai perempuan ada yang memiki peran ganda dan tanggung jawab dalam keluarga. Oleh karenanya, perusahaan juga harus bisa mencari solusi untuk mengakomodir hal ini,” papar Chief Financial Officer Telkomtelstra, Ernest Hutagalung.
Dia juga menceritakan upaya-upaya yang telah dilakukan perusahaannya untuk mendorong keterwakilan perempuan pada pimpinan perusahaan. Menurut dia, selain membuat kebijakan yang mendorong keterwakilan perempuan di jajaran pimpinan, perusahaan juga harus ikut mencari solusi agar tetap bisa duduk di posisi pimpinan dengan peran ganda di keluarga yang perempuan miliki. Selain pada proses rekrutmen, Telkomtelstra juga dengan menerapkan kebijakan Work from Home (WFH) yang telah Telkomtelstra terapkan sejak 2017.
Head of Programmes UN Women, Dwi Yuliawati Faiz mengatakan, berdasarkan penelitian UN Women 84 persen perusahaan di Indonesia menyatakan setidaknya ada 1 (satu) orang perempuan di dalam dewan direksi. Indonesia memang tengah berupaya untuk mendorong keterwakilan perempuan di pimpinan perusahaan, namun masih ada tantangan yang harus dihadapi.
“Tantangan yang kita hadapi kali ini adalah bagaimana memperpendek proses yang dilalui perempuan untuk menduduki posisi pimpinan. Ketika proses untuk menduduki posisi pimpinan panjang, sementara di tengah proses tersebut perempuan masih memiliki peran ganda sebagai ibu dan pengasuh. Kendala lainnya adalah banyak perusahaan yang memang sudah memberikan kesempatan yang sama terhadap pekerja laki-laki dan perempuan, namun tidak melakukan kegiatan proaktif lainnya. Jika perusahaan melakukan langkah yang lebih aktif agar perempuan lebih banyak menempati posisi pimpinan, maka akan lebih banyak lagi perempuan yang terinspirasi untuk menduduki posisi pimpinan atau pengambil keputusan,” jelas Dwi.
Perwakilan Srikandi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Direktur Konsumer BRI, Handayani mengatakan pada 2025 ditargetkan 30 persen Board of Directors (BOD) BUMN adalah perempuan. Di BRI saat ini komposisi BOD dan Supervisor perempuan sudah mencapai 22 persen.
“Penguatan peran perempuan menjadi sangat penting, yang bisa mengangkat perempuan adalah perempuan itu sendiri. Untuk mengatasi stereotip yang selama ini melekat pada kaum perempuan, perempuan harus mampu membuktikan dirinya bahwa kita berperan penting pada setiap proses dan aktivitas yang dipercayakan kepada kita,” ujar Handayani.
Lingkungan Kerja dan Perspektif Kepemimpinan
Menurut data yang diperoleh dari survey daring Social Norms, Attitudes and Practices (SNAP) 2020 pada 6 ribu laki-laki dan perempuan perkotaan di Indonesia, Filipina, dan Vietnam yang dilakukan oleh YouGov dengan dukungan dari Investing in Women, mereka yang dipekerjakan oleh perusahaan dengan representasi gender dalam peran kepemimpinan lebih cenderung memiliki sikap yang sama atau progresif terhadap kelayakan perempuan untuk memimpin dan tidak memiliki preferensi pribadi untuk bos laki-laki.
Hal berbeda terjadi pada responden yang bekerja di perusahaan yang didominasi laki-laki. Responden ini memiliki sikap dan preferensi yang lebih tradisional mengenai kepemimpinan dibandingkan dengan mereka yang berada dalam kelompok yang tidak bekerja.
Responden yang bekerja di perusahaan di mana perempuan dan laki-laki sama-sama terwakili dalam kepemimpinan, atau di mana perempuan memegang sebagian besar posisi kepemimpinan. Ketinggian bilah menunjukkan tanggapan yang mendukung kesetaraan gender. Tinggi bilah oranye menunjukkan berapa banyak responden yang tidak setuju dengan pernyataan 'pria menjadi pemimpin yang lebih baik dibandingkan dengan wanita'. Tinggi bilah ungu menunjukkan berapa banyak responden yang mengatakan bahwa mereka tidak memiliki preferensi pribadi untuk bos laki-laki.
“Sekarang mari kita lihat batang oranye dan ungu di sisi kiri. Ini adalah responden yang bekerja di perusahaan yang didominasi oleh pemimpin laki-laki. Anda dapat melihat bahwa mereka cenderung tidak memiliki tanggapan yang mendukung kesetaraan gender,” ungkap Nizma Fadila, Koordinator Monitoring, Evaluation, and Learning (MEL) IBCWE.
Di sisi paling kanan adalah kaum milenial yang tidak bekerja saat ini. Bahkan mereka cenderung lebih menghargai kesetaraan gender dalam kepemimpinan dibandingkan mereka yang bekerja di budaya ketidaksetaraan gender.
“Dapat disimpulkan bahwa Apa yang dilihat orang di tempat kerja mereka itu penting. Tempat kerja yang menunjukkan kesetaraan juga memengaruhi sikap pribadi karyawannya,” singkatnya.