Terinfeksi Covid-19 Lebih Berisiko Daripada Efek Samping AstraZeneca
Risiko mengalami gejala yang parah akibat Covid-19 lebih tinggi dibandingkan kemungkinan pembekuan darah sebagai efek samping dari vaksin AstraZeneca. Persatuan dokter Jantung dan penyakit dalam di Indonesia pun telah memberikan rekomendasi terkait keamanan vaksin buatan Inggris ini.
Berdasarkan analisis Financial Times yang dibuat dari data infeksi terbaru di Inggris pada pekan pertama Juni, peluang orang yang berusia 30 tahun hingga 39 tahun dirawat di perawatan intensif selama 16 pekan naik dari 1,9 per 100 ribu orang. Sementara risiko efek samping vaksin Astrazeneca yang disebut trombosis sibus sereblal adalah sekitar 1,5 per 100 ribu orang.
Ketika komite bersama Pemerintah Inggris untuk vaksinasi dan imunisasi pada Mei menyarankan bahwa orang berusia di bawah 40 tahun tidak boleh ditawari suntikan AstraZeneca karena masalah pembekuan darah, risiko masuk ICU karena Covid-19 untuk kelompok usia tersebut hanya 0,8 per 100 ribu orang.
Namun, perhitungan risiko tersebut tidak mempertimbangkan manfaat tambahan vaksinasi, seperti kemungkinan perawatan Covid-9 yang lebih lama dan risiko bahaya parah dari vaksin tetap sangat rendah.
Analisis Financial Time menunjukkan bahwa peningkatan infeksi di antara kaum muda di tengah penularan varian Delta kemungkinan mengarahkan analisis untuk kembali menggunakan vaksin AstraZeneca untuk warga berusia di bawah 40 tahun. Ini karena beberapa petugas kesehatan mengeluhkan kekurangan vaksin selain AstraZeneca.
Gambaran risiko Covid-19 terhadap orang yang berusia di bawah 30-an juga berubah dalam beberapa pekan terakhir. Namun, analisis FT menunjukkan bahwa orang berusia 20-29 masih lebih baik mendapatkan vaksin Covid-19. Peluang mereka untuk dirawat di perawatan intensif karena Covid-19 adalah sekitar 0,8 per 100 ribu orang, naik dari 0,2 per 100 ribu orang pada April, tetapi risiko pembekuan darah akibat vaksin adalah 1,9 per 100 ribu orang.
Sebanyak 11.007 kasus baru virus Corona bari dilaporkan di Inggris pada kamis (17/6), tertinggi sejak Februari dan meningkat lebih dari 33% selama sepekan terakhir.
Varian Delta yang muncul di tengah keterbatasan pasokan vaksin BioNTech/Pfizer mengubah gambaran risiko. Vaksin asal AS itu dimaksudkan untuk memvaksinasi setidaknya tiga perempat dari anak berusia 18 hingga 39 tahun.
Peningkatan kasus juga tengah terjadi di Indonesia. Kasus baru Covid-19 pada Kamis (20/6) mencapai 13.737 kasus. Lonjakan kasus terutama terjadi di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Untuk itu, pemerintah tengah mempercepat upaya vaksinasi terhadap seluruh warga berusia di atas 18 tahun ke atas. Vaksin yang dipergunakan pemerintah adalah Sinovac dan AstraZeneca.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardivaskuler Indonesia (PERKI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) telah memberikan rekomendasi terkait penggunaan vaksin AstraZeneca. Menurut kedua perhimpunan dokter spesiallis tersebut vaksin AstraZeneca memiliki efektivitas yang baik dan telah mendapat persetujuan untuk pencegahan penularan Covid-19.
Menurut rekomendasi PERKI, sindrom pembekuan darah disertai penurunan kadar trombosit yang dilaporkan terjadi 3-20 hari setelah vaksinas sangat jarang terjadi. Hubungan sebab akibat antara vaksind an kjadi trombosis diduga ada, tetapi membutuhkan investigasi lebih lanjut.
Sedangkan risiko kejadian trombosisi terkait vaksi AstraXeneca juga dilaporkan sangat kecil sekitar 3,6 kasus per satu juta orang, dengan lebih dari 78 juta dosis vaksin digunakan di Eropa.
Untuk itu, menurut PERKI, pasien dengan komorbis kardiovaskular termasuk penyakit jantung koroner, arteri fibrilasi, penyakit jantung bawaan, riwayat typical venus thromboelism seperti deep vein thrombosis tungkai atau emboli paru; adanya trombus intrakardia serta penggunaan antikoagulan rutin terkait kondisi tersebut dapat menggunakan vaksi Astra Zeneca selama pasien daplam kondisi stabil berdasarkan kriteri yang telah dibuat PERKI sebelumnya.
Sementara pasien dengan riwayat heparin induced trhombocytopenia atau penurunan kadar trombosit akibat penggunaan heparin, masuk dalam kelompok yang memerlukan perhatian khusus dan direkomendasikan untuk mendapat vaksin lain jika memungkinkan.
Rekomendasi serupa juga dierikan oleh PAPDI. Menurut PAPDI, pasien dengan riwayat trombosis atau mereka yang rutin mendapat terapi antikogulan masuk dala kelompok perhatian khusus. PAPDI juga merekomendasikan agar calon penerima vaksin AstraZeneca yang memiliki kecenderungan trombosis oleh dokter yang merawat diberikan surat kelayakan atau tidak layak untuk divaksin AstraZeneca.
Kedua perhimpunan dokter spesialis tersebut juga menekankan kepada pasien untuk memperhatikan gejala trombosis seperti sakit kepala hebat, sesak napas, mata kabur, kaki bengkak unilateral dan gejala lainnya, terutama pada hari ke-4 hingga hari ke-20 pascavaksinasi. Bila terdapat gejala tersebut, pasien harus segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi sebelumnya mengatakan, sebuah penelitian menunjukkan risiko penggumpalan darah setelah divaksin AstraZeneca hanya 4:1 juta. "Jadi setelah suntik 1 juta orang, baru dapat 4 orang yang mengalami penggumpalan darah," kata Nadia dalam Katadata Forum Virtual Series Amankah Vaksin AstraZeneca untuk Gen-Z dan Milenial?, Jumat (18/06).
Menurutnya, risiko itu jauh lebih rendah dibandingkan perokok aktif dan pengguna pil KB. Risiko penggumpalan darah pada orang yang merokok mencapai 2 ribu kejadian per 1 juta penduduk. Sementara, pengguna pil KB memiliki risiko penggumpalan darah 500 kejadian per 1 juta orang.
Hal itu menunjukkan, risiko kematian akibat penggumpalan darah akibat vaksin AstraZeneca jauh lebih rendah dibandingkan kematian akibat Covid-19 itu sendiri. "Manfaat vaksin jauh lebih besar," ujar dia.
Penjelasan Siti Nadia lebih lengkap dapat dilihat dalam Katadata Forum Virtual Series yang tayang di IGTV Katadatacoid di bawah ini.
Namun, meski vaksinasi Covid-19 telah berjalan, masyarakat diimbau untuk tetap menjalankan protokol Kesehatan. Sebab, Gerakan 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun terbukti mencegah penularan virus corona.