Mengenal Oseltamivir, Antivirus yang Dipakai untuk Terapi Covid-19
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan izin penggunaan darurat (UEA) delapan obat untuk terapi pasien Covid-19. Namun, lima organisasi profesi keseharan merekomendasikan agar dua jenis obat, yakni Oseltamivir dan Azithromycin, keluar dari daftar tersebut.
Kelima organisasi profesi itu yakni Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Selanjutnya, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zullies Ikawati, menyebut penggunaan Oseltamivir sejak awal memang tidak diperuntukan untuk menangani virus corona, melainkan hanya untuk influenza. “Gejala Covid-19 agak mirip dengan flu dan waktu itu juga belum ada obat-obatan antivirus (antiviral) maka itu (Oseltamivir) dipakai sebagai salah satu terapinya," kata Zullies kepada Katadata.co.id, Jumat, (15/7).
Zullies menyebutkan seiring berkembangannya penelitian banyak bukti klinis yang menyebutkan bahwa Oseltamivir tidak efektif sebagai obat virus corona. Salah satunya, obat ini hanya bekerja untuk menghambat keberadaan enzim neuraminidase yang ada pada virus influenza. "Enzim tersebut tidak terdapat di dalam virus Covid-19," kata Zullies.
Penggunaan obat ini ujarnya juga dibatasi hanya untuk pasien influenza yang menunjukkan gejala berat. Banyak orang yang masih kesulitan untuk membedakan antara influenza berat dengan jenis flu biasa bergejala ringan. "Pengidap flu gejala ringan bisa sembuh dengan sendirinya tanpa konsumsi antiviral," kata dia.
Apa Itu Oseltamivir?
Oseltamivir pertama kali digunakan secara luas pada 1999, setelah mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Obat ini merupakan jenis antiviral. Biasanya diapaki untuk mengatasi gejala virus influenza.
Oseltamivir akan bekerja untuk mengurangi jumlah virus yang dihasilkan oleh sel yang terinfeksi. “Oseltamivir dapat juga digunakan untuk mencegah terjadinya influenza pada dewasa dan anak di atas 13 tahun,” tulis pusat informasi BPOM dikutip dari situs resminya.
Selain dapat digunakan sebagai pencegahan ketika memasuki musim flu, kini Oseltamivir juga dipakai untuk terapi pasien Covid-19 yang diduga terinfeksi influenza.
Cara Kerja Oseltamivir
Melansir Kompas.com, Oseltamivir diketahui dapat menghambat enzim neuraminidase. Enzim ini berfungsi sebagai replika virus dan menyebabkan penyakit di dalam tubuh manusia.
Namun, virus corona tidak memerlukan enzim neuraminidase ketika menginfeksi. Karena itu, obat ini tidak dapat sepenuhnya meredakan gejala Covid-19. Oseltamivir diketahui hanya efektif bagi pasien Covid-19 yang memiliki infeksi sekunder yaitu influenza.
Sebagai obat-obatan antiviral, Oseltamivir memiliki berbagai efek samping. Contohnya, muntah, mual, sakit perut, lelah, diare, sakit kepala, dispapsia, insomnia, dan konjugtivitis. Selain itu, juga ditemukan rekasi alergi dan sindrom Steven-Johnson.
Berapa Harga Oseltamivir?
Kementerian Kesehatan telah mematok harga eceran tertinggi (HET) obat perawatan pasien Covid-19. Obat yang tersedia dalam bentuk kapsul dan suspensi untuk Oseltamivir dipatok pada harga Rp 26 ribu per kapsul 75 miligram (mg).
Harga obat ini berlaku di apotek, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lainnya untuk mencegah lonjakan harga. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.O 1.07lMENKES/4826/2021.
Grafik Databoks di bawah ini menampilkan daftar HET untuk obat Covid-19 lainnya.
Produksi Oseltamivir di Indonesia
Sebelum muncul pandemi corona, FDA telah menyetujui Oseltamivir versi generik pertama dengan merek dagang Tamiflu. Obat produksi perusahaan asal Swiss Roche Group ini disetujui pada 3 Agustus 2016.
Di Indonesia, Tamiflu diedarkan oleh perusahaan farmasi Jerman Boehringer Ingelhelm. Bentuk Oseltamivir versi generik lainnya juga diproduksi oleh Natco Pharma dalam bentuk 30 mg, 45 mg, dan 75 mg.
Kini, perusahaan farmasi dalam negeri berlomba-lomba memproduksi obat pendukung penyembuhan Covid-19. Salah satunya adalah PT Indofarma Tbk (INAF) yang memproduksi Oseltamivir.
Perusahaan farmasi milik pemerintah ini diketahui mendatangkan bahan baku dari India. Di tengah lonjakan kasus Covid-19 saar ini, Indofarma berencana meningkatkan produksi Oseltamivir.
Indofarma akan memproduksi Oseltamivir hingga mencapai 10 juta kapsul per bulan pada Agustus Sampai September 2021. Sebelumnya, produksi per bulannya hanya sekitar tiga juta kapsul. Pada Juli ini targetnya sampai dengan 8 juta kapsul.
Pada awal tahun ini, PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) juga memasarkan Oseltamivir, dengan nama Fluvir, di Indonesia. Kalbe bekerja sama dengan perusahan farmasi generik asal India PT Amarox Global Pharma (Amarox).
Sesuai dengan Pedoman Tata Laksana Covid-19 di Indonesia edisi terbaru. Obat ini diindikasikan untuk terapi pada pasien dengan infeksi influenza. Penggunaan obat Fluvir harus dengan rekomendasi dari dokter.
Oseltamivir sebagai Obat Terapi Covid-19?
Sejak tahun lalu, banyak peneliti yang mencari terapi obat yang efektif dalam menghadapi virus corona. Berbagai obat yang sudah ada kembali diteliti, termasuk Oseltamivir.
Dalam uji klinis yang sudah dilakukan, obat tersebut dipakai bersamaan dengan obat-obatan lainnya. Namun, FDA dan beberapa peneliti perpendapat bahwa Oseltamivir masih perlu uji klinis tambahan untuk menilai efektivitas mereka.
FDA juga memperingatkan, Oseltamivir bukan pengganti untuk vaksinasi. Saat ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun belum menyetujui oseltamivir sebagai terapi dalam pengobatan Covid-19.
Penyumbang bahan: Alfida Febrianna (magang)
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan