Dugaan Maladministrasi TWK Pegawai KPK, Ombudsman Akan Surati Jokowi
Alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) menuai polemik. Ombudsman Republik Indonesia menemukan maladministrasi dalam alih status pegawai komisi anti rasuah tersebut.
Ketua Ombudsman RI Muhammad Najih mengatakan hasil pemeriksaan tersebut akan disampaikan kepada Ketua KPK Firli Bahuri serta pimpinan KPK. Selain itu, laporan juga akan disampaikan kepada Ketua Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana yang ikut terlibat dalam peralihan status pegawai KPK.
Selain itu, Ombudsman juga akan mengirimkan surat saran kepada Presiden Joko Widodo. "Ini agar temuan maladminstrasi oleh pemeriksaan Ombudsman dapat ditindaklanjuti dan diambil langkah selanjutnya," kata Najih dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (21/7).
Pelanggaran terjadi pada tiga unsur utama. Pertama, rangkaian proses pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Kedua, terkait proses pelaksanaan dari peralihan status.
Ketiga, terkait tahap penetapan hasil asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). "Secara umum, maladministrasi dari hasil pemeriksaan memang kita temukan," kata
Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan, KPK dan BKN telah melakukan penyimpangan prosedur. Beberapa penyimpangan itu meliputi pembuatan kontrak swakelola dengan tanggal mundur.
Ia mengatakan, kontrak swakelola antara KPK dan BKN ditandatangani pada 20 April 2021. "Namun dibuat dengan tanggal mundur 27 Januari 2021. Tanda tangan di April, tapi dibuat mundur tiga bulan ke belakang," ujar dia.
Selanjutnya, penyimpangan juga dilakukan oleh BKN selaku pelaksana TWK. Sebagaimana diketahui, BKN tidak memiliki alat ukur, instrumen, dan asesor untuk melakukan asesmen tes
Pada akhirnya, BKN menggunakan instrumen yang dimiliki Dinas Psikologi Angkatan Darat sesuai dengan Keputusan Panglima Nomor 1708 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penelitian Personil bagi PNS atau TNI di Lingkungan TNI.
Namun, BKN tidak memiliki atau menguasai salinan dokumen Keputusan Panglima tersebut. "Ombudsman berpendapat BKN tidak berkompeten atau inkompetensi. Itu salah satu bentuk maladminsitrasi," ujar dia.
Sedangkan sebanyak 24 pegawai KPK yang tak lolos TWK direncanakan mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Bela Negara dan Wawasan Kebangsaaan. Dari jumlah itu, hanya 18 pegawai yang bersedia untuk mengikuti diklat.
Diklat menjadi syarat agar pegawai yang tak lolos TWK dapat diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). "Tercatat 18 orang telah bersedia dengan menandatangani formulir kesediaan untuk mengikuti diklat tersebut," kata Sekjen KPK Cahya H Harefa kepada wartawan, Rabu (21/7).