Cegah Isu Liar, Wakil Ketua MPR Minta Amendemen UUD Libatkan Publik

Ameidyo Daud Nasution
1 September 2021, 18:22
amendemen uud, uud 1945, mpr
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kelima kiri) bersama Wakil Ketua Asrul Sani (kiri), Hidayat Nur Wahid (kedua kiri), Jazilul Fawaid (ketiga kiri), Ahmad Muzani (keempat kanan), Ahmad Basarah (kelima kanan), Lestari Moerdijat (keempat kanan), Syarifuddin Hasan (ketiga kanan), Zulkifli Hasan (kedua kanan), Fadel Muhammad (kanan) memimpin Sidang Paripurna MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2019)..

Wacana perubahan Undang-Undang Dasar 1945 mulai mengemuka lagi belakangan ini. Namun Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lestari Moerdijat menilai rencana amendemen UUD itu harus dibahas dengan mendengarkan pendapat dan keinginan masyarakat terlebih dulu.

Hal ini agar rencana perubahan konstitusi tersebut tak menjadi bola liar di tengah publik. Apalagi pengajuan amendemen harus melalui proses yang sangat panjang dan harus dimulai dengan kajian.

"Prinsip kehati-hatian sangat diperlukan. Jangan sampai segala ide, usul, dan wacana yang berkembang menjadi bola liar yang tak bisa dikendalikan," kata Lestari dalam sebuah diskusi, Rabu (1/9) dikutip dari Antara.

Meski amendemen UUD 1945 bukan hal tabu dan pernah dilakukan sebelumnya, namun Lestari mempertanyakan apakah perubahan terbatas diperlukan Indonesia saat ini. Oleh sebab itu politisi Partai Nasdem tersebut berharap adanya kajian.

"Apakah publik tahu dan merasakan manfaatnya? Itu yang tak boleh dilupakan semua pihak," katanya.

Makanya, ruang dialog perlu dibuka seluas-luasnya bagi mereka yang pro maupun kontra wacana ini. Hal tersebut diperlukan untuk mencari kesepakatan di tengah perbedaan.

"Sehingga langkah yang berhubungan dengan amendemen perlu dipertimbangkan berbagai aspek," katanya.

Terakhir, Lestari mengingatkan bahwa masalah Covid-19 belum selesai. Makanya dia berharap energi saat ini lebih baik disatukan untuk menyelesaikan masalah yang ada di tengah masyarakat.

Soal amendemen ini kabarnya juga jadi pembicaraan Presiden Joko Widodo saatmemanggil petinggi partai koalisi ke Istana Negara di Jakarta, Rabu (25/8). Ini merupakan lanjutan setelah Jokowi mengundang pimpinan MPR di Istana Bogor pada 13 Agustus lalu.

"Jokowi ingin mengetahui respons dan pendapat para petinggi politik mengenai isu amendemen," kata sumber yang dekat dengan petinggi partai koalisi pemerintah.

Namun Sekretaris Jenderal PPP Arwani Thomafi yang hadir dalam pertemuan tersebut membantah adanya pembahasan amendemen UUD 1945. Presiden hanya membahas mengenai situasi terkini pandemi dan langkah pemerintah.

"Presiden tidak menyinggung amendemen konstitusi, juga tidak membahas reshuffle," kata Arwani kepada Katadata.co.id, Kamis (26/8).

Sedangkan Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti meminta amendemen UUD 1945 dicegah sejak awal agar tak menjadi bola liar, termasuk perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

"Jangan sampai jadi agenda karena pasti bisa lolos, seperti UU Cipta Kerja dan UU KPK," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (19/8).

Ia menilai Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai pegangan pembangunan. Aturan tersebut mengatur Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Pembangunan Jangka Pendek (RPJP).

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...