KPK Periksa 15 Saksi Kasus Korupsi di Bintan dan Yogyakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida, Yogyakarta dan barang cukai Kabupaten Bintan.
Sebanyak 10 saksi dipanggil ke kantor KPK di Jakarta Selatan untuk kasus stadion di Yogyakarta tersebut sedangkan lima lainnya untuk kasus cukai di Bintan. Saat ini KPK memang tengah mendalami kasus dugaan korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida dan telah menggeledah kantor Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY. Kendati demikian, KPK saat ini belum dapat menginformasikan secara menyeluruh konstruksi perkara dan siapa saja pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida APBD Tahun Anggaran 2016-2017 di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dikutip dari Antara, Senin (6/9).
Mereka yang dipanggil, yakni Manager Legal Department PT Pionirbeton Industri Jekson F Sitorus serta sembilan dari pihak swasta masing-masing Joko Wiharto Soeharto, Ari Yudhanto, Harry Prambudi, Wibisono Kunto, Otto Rinaldi, Johannes C Nahurmury, Simon Octavianus Sirait, Haris Yuliono, dan Ade Sophia.
Berbeda dengan dugaan kasus di Yogyakarta, KPK telah menetapkan Bupati Bintan non-aktif Apri Sujadi dan Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Mohd Saleh H. Umar sebagai tersangka. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
"Hari ini, pemeriksaan saksi Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2016-2018 untuk tersangka AS. Pemeriksaan dilakukan di Kantor Polres Tanjungpinang, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Lima saksi, yaitu Kepala Seksi Pengendalian Barang Pokok dan Barang Penting Dinas Koperasi, Usaha Mikro Perindustrian, dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bintan Setia Kurniawan, Aman selaku Direktur PT Berlian Inti Sukses, PT Batam Shellindo, dan PT Karya Putri Makmur, Direktur CV Three Star Bintan (Cabang Tanjungpinang) Bobby Susanto, Direktur CV Three Star Bintan 2009-sekarang Agus, dan Budianto dari pihak swasta.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Apri pada 17 Februari 2016 dilantik menjadi Bupati Bintan yang secara "ex-officio" menjabat sebagai Wakil Ketua I Dewan Kawasan Bintan.
Selanjutnya, awal Juni 2016, bertempat di salah satu hotel di Batam, Apri memerintahkan stafnya untuk mengumpulkan para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Bintan dan dalam pertemuan tersebut diduga terdapat penerimaan sejumlah uang oleh Apri dari para pengusaha rokok yang hadir.
Atas persetujuan Apri, dilakukan penetapan kuota rokok dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan menerbitkan kuota rokok sebanyak 290.760.000 batang dan kuota MMEA dengan rincian, yakni golongan A sebanyak 228.107,40 liter, golongan B sebanyak 35.152,10 liter, dan golongan C sebanyak 17.861.20 liter.
Pada tahun 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA dan diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi Apri sebanyak 15.000 karton, Mohd Saleh sebanyak 2.000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 1.500 karton.
Pada Februari 2018, Apri memerintahkan Kepala Bidang Perizinan BP Bintan Alfeni Harmi dan diketahui oleh Mohd Saleh untuk menambah kuota rokok BP Bintan Tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton sehingga total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan BP Bintan Tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton).
Selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah di mana untuk Apri sebanyak 16.500 karton, Mohd Saleh 2.000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 11.000 karton.
Dari 2016 sampai 2018, BP Bintan menerbitkan kuota MMEA kepada PT Tirta Anugrah Sukses (TAS) yang diduga belum mendapatkan izin edar dari BPOM dan dugaan terdapat kelebihan (mark up) atas penetapan kuota rokok di BP Bintan tersebut. KPK menduga perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp250 miliar.