Pemerintah Setop Kerjasama REDD+, Norwegia Tetap Ingin Dukung RI
Pemerintah Norwegia merespons keputusan pemerintah Indonesia mengakhiri kerja sama pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan atau Reducing Greenhouse Gas Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).
Pemutusan kerja sama ini terhitung mulai Jumat, 10 September 2021. Pemerintah Indonesia menjelaskan bahwa pemutusan ini karena tidak adanya kemajuan konkret dalam pemenuhan kewajiban pemerintah Norwegia.
“Pada 10 September 2021, Pemerintah Norwegia menerima pemberitahuan resmi bahwa Indonesia telah memutuskan untuk mengakhiri Letter of Intent (LoI) 2010 kami tentang Kerjasama REDD+,” tulis International Climate and Forest Initiative Norwegia (NICFI) melalui siaran pers, dikutip Sabtu (11/9).
NICFI mengakui prestasi yang dicapai Indonesia dalam mengurangi laju deforestasi atau penggundulan hutan dan konversi lahan gambut secara besar-besaran. Ini menjadi kontribusi yang signifikan terhadap mitigasi perubahan iklim global dan perlindungan keanekaragaman hayati.
Indonesia dinilai telah menjadi pemimpin dunia dalam memerangi deforestasi atau penggundulan hutan tropis melalui serangkaian peraturan dan kebijakan progresif untuk melindungi hutan. “Hasilnya sangat mengesankan,” tulis pemerintah Norwegia melalui NICFI.
NICFI menyatakan bahwa tahun lalu pemerintah Norwegia telah membayarkan kontribusi sebesar 530 juta krone atau lebih Rp 870 miliar kepada pemerintah Indonesia untuk hasil deforestasi 2016/2017 sesuai dengan kesepakatan dalam LoI.
Kontribusi tersebut dimaksudkan untuk disalurkan ke mekanisme keuangan Indonesia sendiri, yakni Dana Lingkungan Indonesia (Indonesian Environment Fund/IEF) yang baru dibentuk. Namun baru-baru ini kedua pemerintah terlibat diskusi tentang kesepakatan hukum untuk transfer kontribusi berbasis hasil.
“Hingga pengumuman penghentian (kerja sama), diskusi dalam hal ini sedang berlangsung, dan dalam pandangan Norwegia, (berjalan) konstruktif dan berkembang dengan baik, dalam kerja sama yang ditetapkan oleh batas peraturan kedua negara,” tulis NICFI.
NICFI menyatakan harapannya untuk dapat terus mendukung upaya Indonesia dengan kontribusi tahunan yang sama signifikannya di tahun-tahun mendatang, mengingat komitmennya dalam LoI dan hasil yang mengesankan yang dicapai Indonesia.
Norwegia pun menghargai kerja sama yang telah terjalin, dan siap untuk terus mendukung upaya Indonesia dalam melindungi hutan dan lahan gambut, dengan cara yang disepakati bersama.
“Pemerintah Norwegia ingin mengucapkan selamat kepada pemerintah Indonesia atas pencapaian REDD+ mereka yang mengesankan hingga saat ini. Kami menyambut baik kepemimpinan berkelanjutan pemerintah indonesia dalam agenda aksi iklim yang penting ini, dan komitmennya yang berkelanjutan untuk memenuhi target pengurangan emisinya,” ujar negara Skandinavia ini.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia menyampaikan pemutusan kerja sama REDD+ melalui Nota Diplomatik, sesuai ketentuan Pasal XIII LoI REDD+, kepada Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia di Jakarta. “Keputusan pemerintah Indonesia diambil melalui proses konsultasi intensif,” tulis Kementerian Luar Negeri.
Seperti diketahui, REDD+ merupakan program insentif keuangan untuk negara-negara yang bersedia menjaga hutannya sebagai "paru-paru dunia". Program ini mentargetkan negara-negara berkembang yang memiliki hutan luas tetapi tengah menghadapi masalah deforestasi seperti Indonesia dan Brasil.
REDD+ tidak hanya mencakup upaya pengurangan emisi karbon tetapi juga mencantumkan peran dan upaya negara untuk melakukan konservasi, manajemen hutan yang berkepanjangan, serta peningkatan lahan hijau.
Pada 2020, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26%. Pemerintah Norwegia kemudian sepakat untuk memberikan kontribusi berupa dana Result Based Payment (RBP) untuk peran Indonesia mengurangi emisi karbon. Skema yang disepakati adalah US$ 5 per ton CO2.
Berdasarkan penilaian, Indonesia berhasil menurunkan emisi 11,2 juta ton CO2eq pada 2016/2017. Pada Juli 2020, Norwegia sebenarnya sudah mengumumkan akan memberikan dana sebesar US$ 56 juta atau Rp 800 miliar atas atas realisasi pengurangan emisi tersebut.
Namun, hingga akhir 2020, dana itu belum juga turun. “Pemutusan kerjasama REDD+, tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap komitmen Indonesia bagi pemenuhan target pengurangan emisi,” tutur Kemenlu.