Pemerintah Bikin Tiga Food Estate di Sumatera Utara
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengembangkan kawasan Food Estate di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara. Ini untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Terdapat tiga area Food Estate dengan total luas 785 hektare. Ketiganya yakni di Desa Hutajulu 120,5 hektare, Desa Ria Ria 411,5 hektare, dan Desa Parsingguran 253 hektare.
Kementerian PUPR juga membangun infrastruktur pendukung seperti jaringan perpipaan untuk irigasi 1.000 hektare dan jalan menuju kawasan di Food Estate.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, kunci dari program pengembangan food estate adalah ketersediaan air untuk irigasi dan teknologi pertanian. Oleh karena itu, ia menggandeng Kementerian Pertanian.
“Sinergi perencanaan infrastruktur irigasi dan pertanian yang dilakukan antara Kementerian PUPR bersama Kementerian Pertanian. Ini untuk mengembangkan food estate yang modern dan terintegrasi dari hulu ke hilir,” kata Basuki dalam keterangan resmi, Sabtu (11/9).
Ia juga mengatakan, percepatan pembangunan infrastruktur masih menjadi program prioritas pemerintah dalam meningkatkan produktivitas perekonomian dan daya saing bangsa. Kementerian PUPR berkomitmen mendorong pembangunan infrastruktur yang mendukung konektivitas, ketahanan pangan nasional, serta sektor pariwisata.
Di bidang pariwisata, Kementerian PUPR melengkapi infrastruktur pendukung Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Danau Toba. Saat ini, kementerian tengah menyelesaikan pembangunan Jembatan Aek Ponggol yang ditargetkan rampung pada 2022.
Panjang jembatan Aek Tano Ponggol yang sudah dibangun 294 meter. Ini merupakan satu-satunya akses darat menuju Pulau Samosir di tengah Danau Toba.
Kementerian PUPR juga memperlebar alur Tano Ponggol di Danau Toba. Ini agar wisatawan dapat mengelilingi Pulau Samosir menggunakan kapal pesiar berukuran besar.
Selain itu, pemerintah menata Kampung Ulos Huta Raja di Desa Lumban Suhi-Suhi Toruan, Kabupaten Samosir. Di kampung ini ada sekitar 50 penenun ulos yang masih menggunakan alat tradisional gedogan atau alat tenun duduk. Di dalamnya juga terdapat rumah-rimah adat Batak Samosir yang disebut rumah Gorga.
“Untuk mempertahankan seni dan budaya lokal produksi tenun ulos, sejak 2020, kami mulai menata berbagai infrastruktur dasar seperti perbaikan kondisi rumah dan lingkungan, air bersih, sanitasi, dan lanskap yang menarik,” kata dia.