Kemenkes: Jangan Masuk Ruang Publik Jika PeduliLindungi Alami Gangguan
Sejumlah masyarakat mengeluhkan aplikasi PeduliLindungi masih mengalami kendala sehingga tidak bisa memasuki fasilitas umum. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi menganjurkan pengguna yang mengalami masalah pada aplikasi tersebut untuk tidak masuk ke dalam ruang publik.
PeduliLindungi diperlukan bagi sejumlah aktivitas seperti masuk pusat perbelanjaan, menggunakan transportasi umum, hingga ke bioskop. Namun sejumlah kendala masih ditemukan saat mengoperasikan aplikasi tersebut.
"Di masa pandemi selalu kami sampaikan untuk kurangi mobilitas. Jadi kalau ada kendala pada aplikasi PeduliLindungi, tidak harus dia yang masuk ke mal," kata Nadia dalam Katadata Forum Virtual Series, Rabu (15/9).
Antisipasi sebaiknya dilakukan agar tidak terjadi kasus kecolongan positif Covid-19 yang berkeliaran di tempat umum. Kementerian Kesehatan pun mencatat, dari deteksi lewat PeduliLindungi, ada 3.830 pasien virus corona yang masih beraktivitas di lokasi aktivitas utama.
"Bisa dibayangkan kalau orang positif Covid-19 beraktivitas di publik, bagaimana virus menyebar di masyarakat," ujar dia. Terlebih, munculnya varian baru mengakibatkan penularan corona menjadi lebih cepat.
Meski begitu, pemerintah akan terus memperbaiki aplikasi PeduliLindungi meski tak mudah. Ini karena aplikasi tersebut diperlukan untuk menjaga aktivitas masyarakat tetap aman serta tidak menjadi sumber penularan Covid-19.
"Kita tidak mau peristiwa di Juli terulang kembali, atau kalau ada gelombang (ketiga), penularan tidak lebih parah," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyiapkan beberapa cara untuk mengantisipasi gangguan aplikasi atau eror pada PeduliLindungi. Mereka juga berkoordinasi dengan Telkom selaku pengembang aplikasi tersebut.
Selain masalah masalah penggunaan aplikasi, Kominfo juga menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk mengantisipasi gangguan keamanan. Oleh sebab itu mereka melakukan migrasi data aplikasi PeduliLindungi ke Pusat Data Nasional.
"Kami juga mengimbau masyarakat untuk tidak mencetak sertifikat vaksin karena berisiko menimbulkan penyalahgunaan data pribadi," ujar juru bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi kepada Katadata.co.id, Jumat (27/8).