Rupiah Berpotensi Menguat Meski Dibuka Melemah Ke Rp 14.255 Per US$
Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,08% ke level Rp 14.255 per dolar AS pada perdagangan pasar spot pagi ini. Namun analis memperkirakan rupiah akan berbalik menguat di tengah pelonggaran PPKM di sebagian besar wilayah Indonesia.
Mengutip Bloomberg, kurs garuda berbalik menguat ke level Rp 14.242 per dolar AS pada pukul 09.25 WIB. Ini sedikit lebih baik dari level penutupan kemarin Rp 14.243 per dolar AS.
Mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi. Dolar Hong Kong menguat 0,03% bersama dolar Singapura 0,10%, won Korea Selatan 0,20%, peso Filipina 0,21% dan ringgit Malaysia 0,17%. Sementara baht Thailand melemah 0,08%, yuan Tiongkok 0,13%, rupee India 0,35%, dolar Taiwan 0,04% dan yen Jepang 0,07%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan menguat hari ini di kisaran Rp 14.200 hingga Rp 14.270 per dolar AS. Sentimen positif datang dari dalam negeri terutama akibat pelonggaran PPKM di mayoritas wilayah.
"Ini dibantu oleh sentimen positif dari dalam negeri dimana level PPKM di Jawa Bali diturunkan dan tidak ada yang berada di level 4," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Selasa (21/9).
Pemerintah mengumumkan perpanjangan PPKM Level 1-4 untuk seluruh wilayah Indonesia hingga 4 Oktober. Seluruh kabupaten kota di Jawa-Bali telah bebas dari status pembatasan Level 4.
Kunjungan ke mal dan pusat perbelanjaan juga sudah diperbolehkan membawa anak usia di bawah 12 tahun. Namun kebijakan ini baru akan diuji coba di wilayah Jakarta, Bandung, Semarang, DI Yogyakarta dan Surabaya.
Namun, Ariston memperkirakan sentimen tersebut mungkin tidak akan signifikan mengangkat rupiah. Penguatan nilai tukar masih akan terbatas di tengah penantian pasar terhadap pengumuman lebih lanjut bank sentral AS terkait rencana tapering off alias pengetatan stimulus yang kemungkinan diumumkan dalam rapat pekan ini.
The Fed dijadwalkan akan mengelar Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) dua hari ini dari 21-22 September. Hasil dari pertemuan kali ini diperkirakan memberi arah tapering off berupa pengurangan pembelian aset yang sebelumnya disebut-sebut akan dimulai akhir tahun ini.
Seperti diketahui, The Fed melakukan pembelian aset senilai US$ 120 miliar setiap bulan dan berencana menguranginya seiring tanda-tanda ekonomi AS yang makin membaik.
Sementara, analis pasar keuangan Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto memperkirakan rupiah akan berbalik melemah ke level Rp 14.235 hingga Rp 14.336 per dolar AS. Selain dipengaruhi penantian pasar terhadap keputusan The Fed, pasar juga mengantisipasi dampak persoalan sektor properti di Tiongkok.
"Perkembangan permasalahan utang Evergrande ini kemungkinan akan berdampak kepada sentimen risk off yang menyebabkan pelemahan nilai tukar mata uang regional termasuk Rupiah," kata Rully kepada Katadata.co.id.
Raksasa properti asal Tiongkok, Evergrande tengah jadi sorotan di tengah ancaman kebangkrutan akibat utang korporasi yang menggunung dan adanya risiko gagal bayar. Mengutip CNBC, utang evergrande mencapai US$ 300 miliar atau setara Rp 4.273 triliun (kurs Rp 14.246 per dolar AS).
Pengembang real estate terbesar kedua di Tiongkok ini mengerjakan lebih dari 1.300 proyek real estate di 280 kota. Dengan porsi raksasa, krisis yang dialami Evergrande dikhawatirkan dapat merembet ke sektor lainnya. Bahkan Ekonom dari Capital Economics Mark Williams mengatakan kondisi Evergrande dapat menjadi ujian terbesar bagi sistem keuangan Tiongkok.