Mempersiapkan SDM untuk Optimalisasi Potensi Ekonomi Digital
Indonesia digadang-gadang menjadi pusat ekonomi digital terbesar di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan laporan Kementerian Perdagangan, nilai ekonomi digital Indonesia pada 2020 tercatat sebesar Rp 632 triliun atau menyumbang 4 persen dari total produk domestik bruto (PDB).
Pemerintah memperkirakan nilai transaksi ekonomi digital Indonesia dapat mencapai Rp 4.531 triliun pada 2030 mendatang, di mana kontribusi terbesar masih akan dimotori oleh sektor e-commerce.
Proyeksi pertumbuhan ini turut terpacu oleh pesatnya kemajuan ekosistem digital di Tanah Air. Berdasarkan hasil laporan Hootsuite dan We Are Social, pengguna internet Indonesia hingga Januari 2021 mencapai 202,6 juta orang. Jumlah tersebut naik 15,5 persen atau lebih dari 27 juta orang dalam satu tahun terakhir.
Angka tersebut menunjukkan besarnya potensi ekonomi digital nasional. Ditambah, Indonesia tengah mengalami percepatan transformasi digital yang didorong oleh pandemi Covid-19. Kondisi ini tentunya dapat dimanfaatkan untuk mempersiapkan diri, salah satunya terkait sumber daya manusia (SDM).
Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), talenta digital akan memberikan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi digital secara maksimal. Bahkan, berdasarkan laporan dari Konsultan Strategi dan Ekonomi Alphabeta, tenaga kerja yang memiliki keterampilan digital bisa berkontribusi sebesar Rp 4.434 triliun terhadap PDB Indonesia pada tahun 2030 mendatang.
Dengan memaksimalkan kualitas SDM, Indonesia diharapkan dapat menguasai 40 persen dari total potensi ekonomi digital di Asia Tenggara. Termasuk, mendongkrak porsi ekonomi digital menjadi 18 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB).
Presiden mengatakan, Indonesia harus siap menghadapi disrupsi teknologi dengan menghasilkan SDM yang produktif, inovatif, dan berdaya saing global. “Karakter berani untuk berubah, mengubah, dan menciptakan hal-hal baru menjadi pondasi untuk membangun Indonesia maju,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Adapun Pemerintah telah menetapkan tiga langkah utama untuk mempersiapkan hal ini. Antara lain membangun infrastruktur digital dan komunikasi, menyiapkan aturan perlindungan konsumen, serta memperkuat SDM yang memiliki keterampilan khusus di bidang teknologi.
Kendati demikian, Indonesia saat ini masih defisit SDM di bidang teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK). Bank Dunia memperkirakan, untuk menyiapkan diri menghadapi Revolusi Industri 4.0,Indonesia butuh sebanyak 9 juta atau 600.000 SDM setiap tahun di bidang digital hingga tahun 2030 mendatang.
Terlebih, berdasarkan riset International Institute for Management Development 2020, kesiapan SDM Indonesia untuk bertransformasi digital baru mencapai peringkat ke-45. Posisi tersebut jauh tertinggal dari Singapura dan Malaysia yang masing-masing berada di peringkat pertama dan ke-18.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, upaya untuk meningkatkan atau mempelajari pengetahuan baru (upskilling) dan mengasah kemampuan kembali (reskilling) perlu dilakukan di era yang cepat berubah ini.
Selain sejumlah pekerjaan diprediksi tidak relevan lagi di masa depan, Semuel menilai teknologi adalah sebuah keniscayaan di mana perkembangannya akan selalu lebih cepat dibandingkan SDM.
“Kompetensi SDM Indonesia perlu diasah agar semakin terampil menggunakan teknologi-teknologi mutakhir, sejalan dengan perkembangan digital. Baik itu hard skill maupun soft skill, sehingga kualitas dan kompetensi SDM dapat meningkat dan punya daya saing,” kata Semuel.
Merujuk Laporan McKinsey, ada lima soft skill yang menurut para perekrut kerja sulit ditemukan pada pelamar di era serba otomasi ini. Beberapa di antaranya adalah problem solving, critical thinking, innovation and creativity (37 persen), kemampuan menghadapi kompleksitas dan ambiguitas (32 persen), dan komunikasi (31 persen).
Sementara terkait hard skill, Indonesia tengah mendorong pemanfaatan teknologi-teknologi baru, seperti cloud computing, big data, cyber security, hingga data analytic. Sebagai referensi, menurut laporan Forum Ekonomi Dunia, rata-rata SDM Indonesia perlu mempelajari setidaknya tujuh pengetahuan atau kemampuan teknologi mutakhir dalam lima tahun ke depan agar dapat menyesuaikan diri dengan dinamika perkembangan teknologi.
Ketujuh hard skill teknologi yang potensial diadopsi di 2025 ini antara lain enkripsi dan keamanan siber (29 persen), cloud (17 persen), blockchain (11 persen), robot humanoid (11 persen), robot non-humanoid (10 persen), cetak 3D dan 4D (10 persen), dan Internet of Things (9 persen).
Informasi lebih lanjut tentang literasi digital dapat diakses melalui info.literasidigital.id.